Kekerasan terhadap wartawan kembali terjadi, Minggu (10/2).
Dan lagi-lagi, aksi brutal itu dilakukan oleh aparat penegak hukum. Kali ini,
aksi kekerasan yang dilakukan aparat kepolisian sehari setelah peringatan Hari
Pers Nasional itu, menimpa Mujiono alias Ujek, wartawan salah satu koran harian
di Mojokerto, Jawa Timur.
Informasinya, Ujek dipukul dan ditendang oleh polisi yang ingin membubarkan aksi demonstrasi mahasiswa di Jalan By Pass Mojokerto. Karena aksi brutal polisi itu, Ujek sempat dilarikan ke RS dr Wahidin Soediro Husodo, Kota Mojokerto.
Menurut Sholahuddin Wijaya, reporter RCTI biro Mojokerto, saat kejadian, para pekerja pers itu tengah meliput aksi demonstrasi mahasiswa yang dilakukan usai Mukernas II Dema dan BEM PTAI se- Indonesia di By Pass Mojokerto. Namun, aksi turun jalan para mahasiswa ini, dibubarkan paksa polisi dari Polres Mojokerto Kota. Alasannya, aksi turun jalan para mahasiswa itu, tidak berizin.
Pembubaran paksa yang dilakukan aparat kepolisian inipun diwarnai tindak kekerasan. Tak hanya mahasiswa yang menjadi bulan-bulanan, tindak arogan polisi, baik yang berseragam maupun berpakaian preman, para pekerja media pun tak luput dari keberingasan polisi.
Ujek yang biasa mengisi halaman kriminal di Harian Memorandum pun, ikut jadi sasaran. "Dia (Ujek) dipukul dadanya," kata Sholahuddin Wijaya.
Saat ini, lanjut Sholahuddin, Ujek dirawat di RS dr Wahidin Soedirohusodo Kota Mojokerto. "Dia menderita sesak nafas. Setelah diperiksa, ternyata ada luka memar di tulang iga."
Sementara itu, Ketua PWI Mojokerto Yanuar Yahya yang dikonfirmasi, sangat menyayangkan aksi kekerasan yang dilakukan oleh aparat kepolisian. Menurutnya, pembubaran aksi unjuk rasa para mahasiswa yang tergabung dalam BEM Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI) itu, masih menggunakan cara lama, yakni dengan cara kekerasan.
Dia juga menceritakan, aksi kekerasan ini dipicu tindakan seorang polisi dari Polres Mojokerto Kota yang berpakaian preman. Dia (polisi) menangkap koordinator aksi bernama Khoim ketika demonstrasi akan berakhir.
"Begitu Khoim ditangkap, ratusan mahasiswa lainnya terlibat percekcokan dan berujung bentrok. Belasan mahasiswa dipukuli," katanya.
Terlebih lagi, lanjut dia, sikap arogan polisi ini juga ditunjukkan saat para pekerja pers tengah mengambil gambar mahasiswa yang dipukuli, ditendangi dan diseret paksa untuk dibawa ke mobil patroli. "Tiba-tiba salah satu anggota polisi memukul dada Ujek."
Usai mempertontonkan aksi brutalnya itu, dua reporter dari RCTI, Sholahudin dan Dwi Mujiarso dari SCTV, juga sempat dilarang Kasat Reskrim Polres Mojokerto Kota, AKP Luwi Nurwibowo untuk mewawancarai mahasiswa.
Kedua wartawan televisi itu, sempat didorong-dorong sambil marah-marah. "Tidak ada wawancara, tidak boleh wawancara, karena demo ini tidak ada surat pemberitahuannya," ujar Luwi di hadapan wartawan sambil menegaskan kalau pembubaran aksi dilakukan karena demonstrasi para mahasiswa itu tak berizin.
Sedangkan salah satu mahasiswa dari Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Raden Wijaya, Kota Mojokerto Adam menyatakan, tindakan aparat kepolisian sangatlah berlebihan. Bahkan, kata Adam, aparat kepolisian telah melakukan tindak kekerasan kepada sejumlah mahasiswa yang menggelar aksi.
"Satu rekan mahasiswa ditangkap atas nama Khoim mahasiswa asal IAIN Walisonggo, Semarang. Bahkan sejumlah mahasiswa lainnya mengalami luka akibat pukulan dan tendangan dari polisi," kata Adama seperti yang diceritakan Yanuar Yahya.
Adam yang juga Ketua PC PMII Mojokerto itu, juga sangat menyayangkan arogansi polisi. Akibat aksi brutal polisi, sejumlah mahasiswa juga mengalami luka-luka. Mereka di antaranya, Abu Zamroh dari STAIN Yuraissiwo Lampung dan Faiz dari STAIN Jakarta.
Sayang, saat dikonfirmasi terkait insiden ini, Kapolres Mojokerto Kota, AKBP Iwan Kurniawan belum bisa dikonfirmasi. Telepon selulernya tak bisa dihubungi.
Informasinya, Ujek dipukul dan ditendang oleh polisi yang ingin membubarkan aksi demonstrasi mahasiswa di Jalan By Pass Mojokerto. Karena aksi brutal polisi itu, Ujek sempat dilarikan ke RS dr Wahidin Soediro Husodo, Kota Mojokerto.
Menurut Sholahuddin Wijaya, reporter RCTI biro Mojokerto, saat kejadian, para pekerja pers itu tengah meliput aksi demonstrasi mahasiswa yang dilakukan usai Mukernas II Dema dan BEM PTAI se- Indonesia di By Pass Mojokerto. Namun, aksi turun jalan para mahasiswa ini, dibubarkan paksa polisi dari Polres Mojokerto Kota. Alasannya, aksi turun jalan para mahasiswa itu, tidak berizin.
Pembubaran paksa yang dilakukan aparat kepolisian inipun diwarnai tindak kekerasan. Tak hanya mahasiswa yang menjadi bulan-bulanan, tindak arogan polisi, baik yang berseragam maupun berpakaian preman, para pekerja media pun tak luput dari keberingasan polisi.
Ujek yang biasa mengisi halaman kriminal di Harian Memorandum pun, ikut jadi sasaran. "Dia (Ujek) dipukul dadanya," kata Sholahuddin Wijaya.
Saat ini, lanjut Sholahuddin, Ujek dirawat di RS dr Wahidin Soedirohusodo Kota Mojokerto. "Dia menderita sesak nafas. Setelah diperiksa, ternyata ada luka memar di tulang iga."
Sementara itu, Ketua PWI Mojokerto Yanuar Yahya yang dikonfirmasi, sangat menyayangkan aksi kekerasan yang dilakukan oleh aparat kepolisian. Menurutnya, pembubaran aksi unjuk rasa para mahasiswa yang tergabung dalam BEM Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI) itu, masih menggunakan cara lama, yakni dengan cara kekerasan.
Dia juga menceritakan, aksi kekerasan ini dipicu tindakan seorang polisi dari Polres Mojokerto Kota yang berpakaian preman. Dia (polisi) menangkap koordinator aksi bernama Khoim ketika demonstrasi akan berakhir.
"Begitu Khoim ditangkap, ratusan mahasiswa lainnya terlibat percekcokan dan berujung bentrok. Belasan mahasiswa dipukuli," katanya.
Terlebih lagi, lanjut dia, sikap arogan polisi ini juga ditunjukkan saat para pekerja pers tengah mengambil gambar mahasiswa yang dipukuli, ditendangi dan diseret paksa untuk dibawa ke mobil patroli. "Tiba-tiba salah satu anggota polisi memukul dada Ujek."
Usai mempertontonkan aksi brutalnya itu, dua reporter dari RCTI, Sholahudin dan Dwi Mujiarso dari SCTV, juga sempat dilarang Kasat Reskrim Polres Mojokerto Kota, AKP Luwi Nurwibowo untuk mewawancarai mahasiswa.
Kedua wartawan televisi itu, sempat didorong-dorong sambil marah-marah. "Tidak ada wawancara, tidak boleh wawancara, karena demo ini tidak ada surat pemberitahuannya," ujar Luwi di hadapan wartawan sambil menegaskan kalau pembubaran aksi dilakukan karena demonstrasi para mahasiswa itu tak berizin.
Sedangkan salah satu mahasiswa dari Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Raden Wijaya, Kota Mojokerto Adam menyatakan, tindakan aparat kepolisian sangatlah berlebihan. Bahkan, kata Adam, aparat kepolisian telah melakukan tindak kekerasan kepada sejumlah mahasiswa yang menggelar aksi.
"Satu rekan mahasiswa ditangkap atas nama Khoim mahasiswa asal IAIN Walisonggo, Semarang. Bahkan sejumlah mahasiswa lainnya mengalami luka akibat pukulan dan tendangan dari polisi," kata Adama seperti yang diceritakan Yanuar Yahya.
Adam yang juga Ketua PC PMII Mojokerto itu, juga sangat menyayangkan arogansi polisi. Akibat aksi brutal polisi, sejumlah mahasiswa juga mengalami luka-luka. Mereka di antaranya, Abu Zamroh dari STAIN Yuraissiwo Lampung dan Faiz dari STAIN Jakarta.
Sayang, saat dikonfirmasi terkait insiden ini, Kapolres Mojokerto Kota, AKBP Iwan Kurniawan belum bisa dikonfirmasi. Telepon selulernya tak bisa dihubungi.
0 komentar:
Posting Komentar