PERKEMBANGAN
ISLAM PADA MASA KHULAFAURRASYIDIN
Oleh : Sahabat-sahabat rayon ad-dakhil unisda lamongan
I. PENDAHULUAN
Khilafah Rasyidah merupakan pemimpin umat Islam setelah Nabi
Muhammad SAW wafat, yaitu pada masa pemerintahan Abu Bakar, Umar bin Khattab,
Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib, dimana sistem pemerintahan yang
diterapkan adalah pemerintahan yang demokratis.
Dalam sejarah Islam, empat orang pengganti Nabi yang pertama adalah para pemimpin yang adil dan benar. Mereka menyelamatkan dan mengembangkan dasar-dasar tradisi dari sang guru Agung bagi kemajuan Islam dan umatnya. Karena itu gelar “Yang mendapat bimbingan di jalan yang lurus” (al-Khulafaurrasyidin) diberikan kepada mereka.
Dalam sejarah Islam, empat orang pengganti Nabi yang pertama adalah para pemimpin yang adil dan benar. Mereka menyelamatkan dan mengembangkan dasar-dasar tradisi dari sang guru Agung bagi kemajuan Islam dan umatnya. Karena itu gelar “Yang mendapat bimbingan di jalan yang lurus” (al-Khulafaurrasyidin) diberikan kepada mereka.
II. PEMBAHASAN
- Pengertian khulafaurrasyidin
Sebagai pemimpin umat Islam setelah Nabi, Abu Bakar bergelar “Khafilah
Rasulillah” atau Khalifah saja (secara harfiyah artinya; orang yang mengikuti,
pengganti kedudukan Rosul) . Sedangkan menurut Prof. Dr. Abuddin Nata, M.A.
beliau menjelaskan bahwa Khulafaur Rasyidin secara harfiyah berarti para
pemimpin yang jujur dan lurus. Istilah tersebut diberikan kepada Khalifah Abu
Bakar al-Shiddiq, Khalifah Umar ibn al-Khattab, Khalifah Usman ibn ‘Affan, dan
Khalifah Ali bin Abi Thalib. Meskipun dalam hal ini perlu dijelaskan bahwa
kedudukan Nabi sesungguhnya tidak akan pernah tergantikan, karena tidak ada
seorangpun yang menerima ajaran Tuhan sesudah Muhammad. Sebagai saluran
wahyu-wahyu yang diturunkan dan sebagai utusan Tuhan tidak dapat diambil alih
seseorang. Menggantikan Rasul (Khalifah) hanyalah berarti memiliki kekuasaan
yang diperlukan untuk meneruskan perjuangan Nabi.
- Proses pemilihan Khalifah pasca wafatnya Nabi saw.
Nabi Muhammad saw,. Tidak menunjuk siapa yang akan menggantikan
sepeninggalnya dalam memimpin umat yang baru terbentuk. Memang wafatnya beliau
mengejutkan, tetapi sesungguhnya dalam sakitnya yang terakhir ketika beliau
mengalami gangguan kesehatan sekurang-kurangnya selama tiga bulan, Nabi
Muhammad telah merasakan bahwa ajalnya akan segera tiba.
Masalah suksesi mengakibatkan umat Islam menjadi sangat tegang.
Padahal semasa hidupnya, Nabi bersusah payah dan berhasil membina persaudaraan
sejati yang kokoh diantara sesama pengikutnya, yaitu antara kaum Muhajirin dan
Ansor. Dilambatkannya pemakaman jenazah beliau menggambarkan betapa gawatnya
krisis suksesi itu. Ada tiga golongan yang bersaing keras dalam perebutan
kepemimpinan ini; Ansor, Muhajirin, dan keluarga Hasyim.
Dalam pertemuan di balai pertemuan Bani Saidah di Madinah, kaum
Ansor mencalonkan Sa’ad bin Ubadah, pemuka Khazraj, sebagai pemimpin umat.
Sedangkan Muhajirin mendesak Abu Bakar sebagai calon mereka karena ia dipandang
yang paling layak untuk menggantikan Nabi. Dipihak lain ada sekelompok orang
yang menghendaki Ali ibn Abi Tholib, karena Nabi telah menunjuk secara
terang-terangan sebagai penggantinya.
Situasi itu demikian kritis, pedang hampir saja terhunus dari sarungnya. Masing-masing golongan merasa paling berhak menjadi penerus Nabi. Namun berkat tindakan tegas dari tiga orang, yaitu Abu Bakar, Umar ibn Khattab, dan Abu Ubaidah ibn Jarrah yang dengan semacam kup (coup d’etat) terhadap kelompok, memaksa AbuBakar sendiri sebagai deputy Nabi. Besar kemungkinan tanpa intervensi mereka persatuan umat yang menjadi modal utama bagi hari depan komunitas muslim yang masih muda itu berada dalam tanda tanya besar. Dengan semangat ukhuwah islamiyyah terpilihlah Abu Bakar. Dia adalah orang Quraisy yang merupakan pilihan ideal, karena sejak mula pertama menjadi pendamping Nabi, dialah sahabat yang paling memahami risalah Muhammad.
Situasi itu demikian kritis, pedang hampir saja terhunus dari sarungnya. Masing-masing golongan merasa paling berhak menjadi penerus Nabi. Namun berkat tindakan tegas dari tiga orang, yaitu Abu Bakar, Umar ibn Khattab, dan Abu Ubaidah ibn Jarrah yang dengan semacam kup (coup d’etat) terhadap kelompok, memaksa AbuBakar sendiri sebagai deputy Nabi. Besar kemungkinan tanpa intervensi mereka persatuan umat yang menjadi modal utama bagi hari depan komunitas muslim yang masih muda itu berada dalam tanda tanya besar. Dengan semangat ukhuwah islamiyyah terpilihlah Abu Bakar. Dia adalah orang Quraisy yang merupakan pilihan ideal, karena sejak mula pertama menjadi pendamping Nabi, dialah sahabat yang paling memahami risalah Muhammad.
- Kelahiran Abu bakar Ash-Shiddiq
Abu Bakar Ash-Shiddiq (nama lengkapnya Abu Bakar Abdullah bin Abi
Quhafah bin Utsman bin Amr bin Mas’ud bin Taim bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ay
bin Ghalib bin Fihr At-Taimi Al-Qurasyi. Berarti silsilahnya dengan Nabi
bertemu pada Murrah bin Ka’ab). Dilahirkan pada tahun 573 M. Dia dilahirkan di
lingkungan suku yang sangat berpengaruh dan suku yang banyak melahirkan
tokoh-tokoh besar. Ayahnya bernama Utsman (Abu Kuhafah) bin Amir bin Amr bin
Ka’ab bin Saad bin Laym bin Mun’ah bin Ka’ab bin Lu’ay, berasal dari suku
Quraisy, sedangkan ibunya bernama Ummu Al-Khair Salmah binti Sahr bin Ka’ab bin
Sa’ad bin Taym bin Murrah. Garis keturunannya bertemu pada neneknya, yaitu
Ka’ab bin Sa’ad
Abu Bakar merupakan orang yang pertama kali masuk Islam ketika Islam
mulai didakwahkan. Baginya, tidaklah sulit untuk mempercayai ajaran yang dibawa
oleh nabi Muhammad saw,. Dikarenakan sejak kecil Ia telah mengenal keagungan
Muhammad saw,. Setelah masuk Islam, Ia tidak segan untuk menumpahkan segenap
jiwa dan harta bendanya untuk Islam. Tercatat dalam sejarah, dia pernah membela
Nabi tatkala Nabi disakiti oleh kaum Quraisy, menemani Rasul hijrah, membantu
kaum yang lemah dan memerdekakannya, seperti terhadap Bilal, setia dalam setiap
peperangan, dan lain-lain.
- Perkembangan Islam Masa Abu Bakar ra. ( 11-13 H / 632-634 M)
Sepak terjang pola pemerintahan Abu Bakar dapat dipahami dari pidato
Abu Bakar ketika Ia diangkat menjadi khalifah. Secara lengkap isi pidatonya
seperti berikut.
“Wahai manusia, sungguh aku telah memangku jabatan yang kamu percayakan, padahal aku bukan orang yang terbaik diantara kamu. Apabila aku melaksanakan tugasku dengan baik, bantulah aku, dan jika aku berbuat salah, luruskanlah aku. Kebenaran adalah suatu kepercayaan, dan kedustaan adalah suatu penghianatan. Orang yang lemah diantara kamu adalah orang yang kaut bagiku sampai aku memenuhi hak-haknya, dan orang kuat diantara kamu adalah lemah bagiku hingga aku mengambil haknya, Insya Allah. Janganlah salah seorang dari kamu meningglkan jihad. Sesungguhnya kaum yang tidak memenuhi panggilan jihad maka Allah SWT akan menimpakan atas mereka suatu kehinaan. Patuhlah kepadaku selama aku patuh kepada Allah SWT dan Rasul-Nya, jika aku tidak menaati kepada Allah SWT dan rasul-Nya, sekali-kali janganlah kamu menaatiku. Dirikanlah shalat, semoga Allah SWT merahmatimu”.
“Wahai manusia, sungguh aku telah memangku jabatan yang kamu percayakan, padahal aku bukan orang yang terbaik diantara kamu. Apabila aku melaksanakan tugasku dengan baik, bantulah aku, dan jika aku berbuat salah, luruskanlah aku. Kebenaran adalah suatu kepercayaan, dan kedustaan adalah suatu penghianatan. Orang yang lemah diantara kamu adalah orang yang kaut bagiku sampai aku memenuhi hak-haknya, dan orang kuat diantara kamu adalah lemah bagiku hingga aku mengambil haknya, Insya Allah. Janganlah salah seorang dari kamu meningglkan jihad. Sesungguhnya kaum yang tidak memenuhi panggilan jihad maka Allah SWT akan menimpakan atas mereka suatu kehinaan. Patuhlah kepadaku selama aku patuh kepada Allah SWT dan Rasul-Nya, jika aku tidak menaati kepada Allah SWT dan rasul-Nya, sekali-kali janganlah kamu menaatiku. Dirikanlah shalat, semoga Allah SWT merahmatimu”.
Ucapan pertama kali dibai’at (pidato kenegaraan pertama) ini
menunjukkan garis besar politik dan kebijakan Abu Bakar dalam pemerintahannya.
Di dalamnya terdapat prinsip kebebasan berpendapat, tuntutan ketaatan rakyat,
mewujudkan keadilan, dan mendorong masyarakat berjihad, serta shalat sebagai
intisari taqwa. Secara umum dapat dikatakan bahwa pemerintahan Abu Bakar
melanjutkan kepemimpinan sebelumnya. diantara kebijaksanaannya adalah sebagai
berikut.
a.
Kebijaksanaan pengurusan
terhadap Agama.
Pada awal pemerintahannya, ia diuji dengan adanya ancaman yang
datang dari umat Islam sendiri yang menentang kepemimpinannya. Diantara
perbuatan makar tersebut ialah timbulnya orang-orang yang murtad, orang-orang
yang tidak mau mengeluarkan zakat, orang-orang yang mengaku menjadi nabi, dan
pemberontakan dari beberapa kabilah.
b.
Kebijaksanaan kenegaraan
Diantara kebijaksanaan Abu Bakar dalam pemerintahan atau kenegaraan,
diuraikan sebagai berikut.
1.
Bidang eksekutif
Pendelegasian tugas-tugas pemerintahan di Madinah maupun daerah.
Misalnya untuk pemerintahan pusat menunjuk Ali bin Abi Tholib, Utsman bin
Affan, dan Zaid bin Tsabit sebagai sekretaris dan Abu Ubaidah sebagai
bendaharawan. Untuk daerah-daerah kekuasaan Islam, dibentuklah
provinsi-provinsi, dan untuk setiap provinsi dibentuk seorang amir.
2.
Pertahanan dan keamanan
Dengan mengorganisasikan pasukan yang ada untuk mempertahankan
eksistensi keagamaan dan pemerintahan. Pasukan itu disebarkan untuk memelihara
stabilitas di dalam maupun di luar negeri. Diantara panglima yang ada ialah
Khalid bin Walid, Musanna bin Harisah, Amr bin ‘Ash, Zaid bin Sufyan, dan
lain-lain.
3.
Yudikatif
Fungsi kehakiman dilaksanakan oleh Umar bin Khatthab dan selama
pemerintahan Abu Bakar tidak ditemukan suatu permasalahan yang berarti untuk
dipecahkan. Hal ini karena kemampuan dan sifat Umar sendiri, dan masyarakat
pada waktu itu dikenal ‘alim.
4.
Sosial ekonomi
Sebuah lembaga mirip dengan Bait al-Mal, di dalamnya dikelola harta
benda yang didapat dari zakat, infaq, shadaqah, ghanimah, dan lain-lain.
Penggunaan harta tersebut digunakan untuk gaji pegawai negara dan untuk
kesejahteraan umat sesuai dengan aturan yang ada.
Sebagai pemimpin umat Islam setelah Rasul, Abu Bakar disebut
Khalifah Rasulillah (Pengganti Rasul) yang dalam perkembangan selanjutnya
disebut khalifah saja. Khalifah adalah pemimpin yang diangkat sesudah Nabi
wafat untuk menggantikan beliau melanjutkan tugas-tugas sebagai pemimpin agama
dan kepala pemerintahan.
Abu Bakar menjadi khalifah hanya dua tahun. Ia meninggal dunia, pada
hari senin, 23 Agustus 634 M. Setelah lebih kurang selama 15 hari terbaring di
tempat tidur. Dia berusia 63 tahun dan kekhalifahannya berlangsung 2 tahun 3
bulan 11 hari. Masa sesingkat itu habis untuk menyelesaikan persoalan dalam
negeri terutama tantangan yang ditimbulkan oleh suku-suku bangsa Arab yang
tidak mau tunduk lagi kepada pemerintah Madinah. Mereka menganggap bahwa
perjanjian yang dibuat dengan Nabi Muhammad SAW, dengan sendirinya batal
setelah Nabi wafat. Karena itu mereka menentang Abu Bakar. Karena sikap keras
kepala dan penentangan mereka yang dapat membahayakan agama dan pemerintahan,
Abu Bakar menyelesaikan persoalan ini dengan apa yang disebut Perang Riddah (perang
melawan kemurtadan). Khalid ibn Al-Walid adalah jenderal yang banyak berjasa
dalam Perang Riddah ini.
Nampaknya, kekuasaan yang dijalankan pada masa Khalifah Abu Bakar,
sebagaimana pada masa Rasulullah, bersifat sentral; kekuasaan legislatif, eksekutif
dan yudikatif terpusat di tangan khalifah. Selain menjalankan roda
pemerintahan, Khalifah juga melaksanakan hukum. Meskipun demikian, seperti juga
Nabi Muhammad SAW, Abu Bakar selalu mengajak sahabat-sahabat besarnya
bermusyawarah.
Setelah menyelesaikan urusan perang dalam negeri, barulah Abu Bakar
mengirim kekuatan ke luar Arabia. Khalid ibn Walid dikirim ke Iraq dan dapat
menguasai al-Hirah di tahun 634 M. Ke Syria dikirim ekspedisi di bawah pimpinan
empat jenderal yaitu Abu Ubaidah, Amr ibn ‘Ash, Yazid ibn Abi Sufyan dan
Syurahbil. Sebelumnya pasukan dipimpin oleh Usamah yang masih berusia 18 tahun.
Untuk memperkuat tentara ini, Khalid ibn Walid diperintahkan meninggalkan Irak,
dan melalui gurun pasir yang jarang dijalani, ia delapan belas hari kemudian
sampai ke Suria.
Bentuk peradaban yang paling besar dan luar biasa dan merupakan satu
kerja besar yang dilakukan pada masa pemerintahan Abu Bakar adalah penghimpunan
Al-Qur'an. Abu Bakar As-Shidiq memerintahkan kepada Zaid bin Tsabit untuk
menghimpun Al-Qur'an dari pelepah kurma, kulit binatang, dan dari hafalan kaum
Muslimin. Hal ini dilakukan sebagai usaha untuk menjaga dan melestarikan
Al-Qur'an setelah syahidnya beberapa shahabat penghafal Al-Qur'an pada perang
Yamamah. Umarlah yang mengusulkan pertama kali penghimpunan Al-Qur'an ini sejak
itulah Al-Qur'an dikumpulkan dalam satu mushaf.
III. PENUTUP
Mulai dari masa Abu Bakar sampai kepada Ali dinamakan periode
Khilafah Rasyidah. Para khalifahnya disebut al-Khulafa’ al-Rasyidun,
(khalifah-khalifah yang mendapat petunjuk). Ciri masa ini adalah para khalifah
betul-betul menurut teladan Nabi. Mereka dipilih melalui proses musyawarah,
yang dalam istilah sekarang disebut demokratis. Setelah periode ini,
pemerintahan Islam berbentuk kerajaan. Kekuasaan diwariskan secara turun
temurun. Selain itu, seorang khalifah pada masa khilafah Rasyidah, tidak pernah
bertindak sendiri ketika negara menghadapi kesulitan; Mereka selalu
bermusyawarah dengan pembesar-pembesar yang lain. Sedangkan khalifah-khalifah sesudahnya
sering bertindak otoriter . dan akan dibahas pada pemakalah berikutnya.
SiIiippp...!!!!!
BalasHapus