photo Nirwana-Bannerm_zpsfb61fe90.jpg

Jumat, Desember 28, 2012
0

Teknik Reportase

Dalam membuat berita, data menempati posisi penting. Karena melalui datalah peristiwa (fakta) dapat dilaporkan. Data merupakan ‘record’ (rekaman) dari suatu peristiwa. Dan penulis (jurnalis) menyajikan konstruksi dari peristiwa/fakta tersebut yang disusun dari berbagai data. Ada beberapa cara untuk penggalian data tersebut. Pertama, melalui pengamatan langsung si penulis (observasi) untuk mendapatkan data tentang fakta. Kedua, melakukan wawancara terhadap seseorang yang terlibat langsung (primer) maupun tidak langsung (sekunder) dalam suatu kejadian. Dengan wawancara juga dimaksudkan untuk melakukan cross-check demi akurasi data yang diperoleh melalui pengamatan (observasi). Ketiga, selain kedua perangkat tersebut, data juga bisa diperoleh melalui studi literary terhadap dokumen-dokumen yang terkait dengan suatu fakta kejadian ataupun fenomena (jika dimungkinkan), data demikian biasanya dianggap penting.

1.      Observasi

Ini dilakukan pada tahap awal pencarian data tentang sesuatu. Dalam pengamatan sangat mengandalkan kepekaan indra (lihat; dengar; cium; sentuh) dalam mengamati dan membaca realitas. Namun dalam pengamatan tersebut observator tidak boleh melakukan penilaian terhadap realitas yang diamati.

Kegiatan observasi terkait dengan pekerjaan memahami gambaran realitas serta detail-detail kejadian yang berlangsung. Untuk itu diperlukan upaya untuk memfokuskan amatan pada obyek-obyek yang tengah diamati.
Observasi memerlukan daya amatan yang kritis, luas, namun tetap tajam dalam mempelajari rincian obyek yang ada dihadapannya. Untuk mendapatkan amatan yang obyektif si pengamat mesti bisa untuk mengontrol emosional dan mampu menjaga jarak dengan segala rincian obyek yang diamati.
Dalam penggalian data melalui observasi ini sifatnya langsung dan orisinil. Langsung artinya, dalam amatannya tidak berdasarkan teori, pikiran, pendapat, ia menemukan langsung apa yang hendak dicarinya. Orisinil, artinya hasil amatannya merupakan hasil cerapan indranya, bukan yang dilaporkan orang lain.

2.      Teknik Wawancara
Berita sebagai produk jurnalistik hanya bisa lahir dari fakta-fakta yang ada di masyarakat. Dan di balik fakta-fakta itu tentu ada aktornya. Untuk kelahiran sebuah produk jurnalistik yang sehat, jurnalis harus mampu membuat si aktor bicara. Cara efektif untuk itu, tidak ada lain, kecuali dengan jalan wawancara.
Dalam aktifitas jurnalistik, wawancara tentu memerlukan berbagai sentuhan  teknik dalam aplikasinya. Dan berbicara ikhwal teknik wawancara, tentu saja kita  akan berhadapan dengan sesuatu yang dinamis bahkan progresif dan juga fleksibel. Artinya, teknik wawancara itu bukan merupakan sesuatu yang musti baku, kaku, apalagi sakral. Teknik itu berkembang  secara dinamis seiring dengan perkembangan masyarakat. Karenanya, para jurnalis juga dituntut untuk senantiasa memberdayakan diri sesuai tuntutan jaman.
Terpenuhinya prinsip-prinsip keberimbangan bagi sebuah berita, hanya bisa ditempuh dengan wawancara. Dan sekali lagi, hanya dengan wawancara, maka berita sebagai hasil karya jurnalistik akan memiliki daya hidup sekaligus bisa dipertanggungjawabkan. Sebab, dengan wawancara, fakta-fakta dari masyarakat yang dihimpun wartawan akan terekonstruksi dengan baik.
Namun, Wartawan tidak boleh mengabaikan anatomi persoalan yang terkait dengan temuan fakta-fakta tersebut di lapangan. Dan untuk persoalan-persoalan tertentu, Wartawan wajib  memetakannya. Penyiapan anatomi  persoalan itu bahkan merupakan langkah awal sebelum berlangsungnya sebuah wawancara. Bermutu tidaknya sebuah wawancara, biasanya justru lebih banyak ditentukan oleh hal  tersebut. Misalnya, seorang Wartawan  ingin mengetahui secara detail tentang posisi, peran dan sumbangan intelektual dalam mendorong demokrasi  di Indonesia, maka Wartawan harus mampu menggambarkan  bagaimana kaum intelektual Indonesia mengembangkan wacana yang beragam atas wacana  resmi  Orde Baru di sekitar tema-tema pokok “Pembangunan”, “Dwi fungsi”, “Demokrasi Pancasila”,”Persatuan dan kesatuan” serta  “Sara”. Itu yang penting !.
Dari sana akan bisa dibuat kategori-kategori  intelektual Indonesia. Dan mungkin saja akan segera terpetakan adanya  intelektual  ortodoks, revisionis dan mungkin oposisionis. Dengan begitu, setidaknya telah tercipta sarana pemahaman baru yang lebih memadai tentang intelektual Indonesia.
Untuk sampai pada pemahaman itu, seorang Wartawan harus memiliki referensi cukup tentang berbagai bidang yang diminati. Jadi, wawancara seorang jurnalis hanya akan sukses dan bermutu, manakala ia telah memiliki kesiapan seperti dimaksud. Namun, yang justru tampak rumit,  adalah aktifitas dibalik teknik wawancara itu.
Adapun teknik wawancara bisa dikelompokkan menjadi dua (2) bagian.
1.      Teknik verbal yang betul-betul memerlukan alat bantu hard ware  yang diperlukan.
2.      Teknik substansial – teknik yang terkait dengan kemampuan jurnalis dari segi ketajaman nuraninya dalam menentukan pilihan tema, tempat dan saat yang tepat bagi berlangsungnya sebuah wawancara. Disini perlu adanya ketajaman analisis sosial.
Itulah pentingnya seorang Wartawan menguasai materi yang hendak diwawancarakannya terhadap narasumber. Hanya dengan cara seperti itu, ia mampu memperoleh informasi banyak dan akurat serta signifikan.
Konkritnya, beberapa hal dibawah ini bolehlah dianggap sebagai tip untuk menunjang suksesnya sebuah wawancara.
1.      Wartawan harus memakai kalimat tanya yang bisa membuahkan jawaban obyektif.
2.      Pertanyaan harus selalu diusahakan dengan menggunakan kalimat pendek dan mudah dimengerti.
3.      Tidak boleh segan-segan mengajukan pertanyaan ulang atas hal-hal yang belum jelas untuk dimengerti.
4.      Tahu momentum yang tepat. Juga tahu apa yang layak dan tidak layak untuk ditanyakan, sekaligus cara bertanya yang pas.
5.      Jauhi pertanyaan yang bernada menggurui.
6.      Hindari gaya interogasi.
7.      Hindari pertanyaan yang sifatnya mencari legitimasi dari frame pemikiran  yang sebetulnya sudah dimiliki.
8.      Hindari pertanyaan yang bersifat menguji nara sumber.
9.      Tumbuhkan sifat empaty dalam wawancara.
10.  Untuk hal-hal yang spesifik, wartawan perlu terlebih dahulu memaparkan persoalan yang hendak dimintakan pendapat dari nara sumber.
11.  Hindari kalimat tanya yang bersifat mengadu domba.
12.  Buat pertanyaan yang mampu menggugah daya nalar, ingatan serta perspektif  nara sumber.
Kedua belas tips itu, mungkin akan menjadi jaminan suksesnya sebuah wawancara. Tetapi, mungkin juga takkan berguna apa-apa, jika tidak diimbangi dengan kemampuan jurnalistik individu yang mengoperasikannya. Karena itu pula, seorang jurnalis ”haram” mendatangi nara sumber dengan kepala kosong.

Persiapan Wawancara
Ada beberapa persiapan yang harus anda lakukan sebelum melakukan wawancara, diantaranya:
1.      Penentuan tema. Mengapa suatu tema harus diangkat? Kenapa harus sekarang? Pertama-tama tanyakan pada diri anda sendiri – mengapa kasus dibawakan sekarang? Dari awal harus sudah jelas peran apa yang akan anda bawakan – informasi apa yang anda mau dari narasumber, apakah perspektifnya, dimana mereka akan anda posisikan.
2.      menentukan Angle. Angle atau sudut pandang sebuah berita ini dibikin untuk membantu tulisan supaya terfokus. Kita tidak mungkin menulis seluruh laporan tentang apa yang kita lihat, atau menulis seluruh uraian yang disampaikan oleh narasumber. Tulisan yang tidak terfokus hanya akan membingungkan pembaca. Untuk membentuk angle, salah satu cara yang termudah adalah membuat sebuah pertanyaan tunggal tentang apa yang akan kita tulis. Jawaban pertanyaan tidak boleh melebar kemana-mana. Hal-hal yang tidak relevan dengan angle sebaiknya tidak ditanyakan. Jika ada informasi lain yang disampaikan maka bisa dibuat judul lain. Atau informasi yang sangat penting tersebut tidak cukup untuk dibuat dalam berita tersendiri, maka bikinlah sub judul.
3.      Susunlah outline. Agar memudahkan dalam wawancara maka sebaiknya anda menyusun kerangka berita (outline). Outline berisi antara lain:
ü  Tema berita
ü  Latar belakang masalah
ü  Angle
ü  Narasumber
ü  Daftar pertanyaan 

Mengumpulkan Informasi dengan Tepat
Ketidak akuratan (kesalahan) dalam pemberitaan kebanyakan disebabkan oleh kelalaian (kesembronoan) yang tidak disengaja. Seorang reporter mungkin tidak menggunakan waktu dengan baik untuk mengecek informasinya sebelum menulis berita. Kemudian ia salah menuliskan nara sumber berita.
Seorang wartawan kawakan akan mengambil langkah-langkah pencegahan untuk menghindari kesalahan fakta:
1.      Bila anda mewawancarai seseorang, tanyakan nama, umur, alamat, dan nomor teleponnya. Setelah mengumpulkan informasi, ejalah namanya dan bacakan informasi yang anda peroleh (tangkap) sehingga sumber berita bisa mengoreksinya. Nomor telepon tidak ditulis dalam berita, namun reporter harus mengetahuinya untuk mengadakan kontak dengan sumber berita tersebut.
2.      Bila informasi nara sumber anda peroleh dari tangan kedua, harap dicek pada sumber berita untuk membetulkannya.
3.      Jangan sekali-kali beranggapan bahwa bahwa anda mengetahui semuanya. Anda selalu harus mengecek ulang setiap informasi yang penting.
4.      Bila tulisan anda menyangkut materi yang rumit, pastikanlah dulu bahwa anda mengetahui hal itu.
5.      Umumnya seorang wartawan mengambil peranan sebagai seorang pembaca kebanyakan, dan mengajukan pertanyaan sesuai dengan posisi itu.
6.      Bila menggunakan statistik atau data matematis, reporter harus mengecek angka-angkanya dan menghitung. Banyak wartawan yang berdalih bermacam-macam bila seorang pembaca yang kritis mengirim surat ke redaksi dan menunjukkan perhitungan yang keliru dalam tulisan wartawan.
7.      Statistik harus dicermati dengan benar dan penuh kecurigaan. Anda bisa membuktikan apa saja dengan statistik, tergantung bagaimana cara anda menyajikannya dan apa saja yang anda masukkan atau tinggalkan. Tanyakanlah kepada sumber secara cermat untuk meyakinkan kebenaran angka-angka tersebut.
8.      Seorang reporter tidak boleh membiarkan dirinya menjadi alat untuk menipu masyarakat. Kekritisan dan pengecekan yang teliti sering bisa menghindarkan hal itu terjadi.

Jenis-jenis Wawancara
Menurut para ahli, terdapat tujuh jenis wawancara, yaitu man in the street interview, casual interview, personal interview, news peg interview, telephone interview, question interview dan group interview. Operasionalisasinya begini:
1.      Man in the street interview.
Wawancara yang dilakukan untuk mengumpulkan pendapat beberapa orang awam mengenai sebuah peristiwa, bisa menyangkut satu keadaan dan bisa pula tentang sebuah kebijaksanaan baru. Biasanya wawancara ini diperlukan setelah terjadinya sebuah peristiwa yang sangat penting.
2.      Casual interview.
Sebuah wawancara mendadak. Dalam hal ini seorang wartawan minta kesediaan seorang narasumber untuk diwawancarai. Si wartawan berbuat begitu karena ia bertemu dengan narasumber yang dianggapnya punya informasi yang perlu dilaporkan kepada khalayak.
3.      Personal interview
Merupakan wawancara untuk mengenal pribadi seseorang yang memiliki nilai berita lebih dalam lagi. Hasilnya, biasanya berupa profil tentang orang bersangkutan. News peg interview Wawancara yang berkaitan dengan sebuah laporan tentang sebuah peristiwa yang sudah direncanakan. Wawancara inisering juga disebut information interview.
4.      Telephone interview
Wawancara yang dilakukan lewat telepon. Ini biasanya dilakukan wartawan kepada narasumber yang sudah dikenalnya dengan baik dan untuk melengkapi sebuah berita yang sedang ditulis. Dengan perkataan lain, seorang wartawan memilih jenis wawancara memilih jenis wawancara ini karena ia dalam keadaan terdesak.
5.      Question interview
Wawancara tertulis. Biasanya dilakukan seorang wartawan yang sudah mengalami jalan buntu. Setelah ditelepon, didatangi ke rumah dan ke kantor, si wartawan tidak bisa bertemu dengan anrasumber, maka ia memilih wawancara jenis ini.
ü  Keuntungan wawancara ini adalah: Informasi yang diperoleh lebih jelas dan mudah dimengerti.
ü  Kelemahannya adalah: wartawan tidak bisa mengamati sukap-sikap pribadi narasumber ketika manjawab pertanyaan-pertanyaan wartawan.
6.      Group interview
Wawancara yang dilakukan terhadap beberapa orang sekaligus untuk membahas satu persoalan atau implikasi satu kebijaksanaan pemerintah. Setiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk berbicara. Contohnya adalah acara “Pelaku dan Peristiwa” TVRI.

3.      Studi Literary
Suatu data tidak hanya dapat diperoleh melalui pengamatan dan wawancara, tapi bisa juga memanfaatkan (melacak) data-data yang sudah terdokumentasikan. Pencarian data-data yang terdokumentasikan itu juga sangat dipertimbangkan tingkat keabsahannya (valid) dan dapat dipertangungjawabkan. Misalnya keppres, tap MPR, undang-undang, tidak mungkin didapatkan melalui pengamatan ataupun wawancara.
Karena tingkat validitas data itu harus bisa dipertanggungjawabkan maka dalam pencarian data seorang jurnalis harus hati-hati memanfaatkan dokumentasi yang sudah ada.
Pemanfaatan data yang terdokumentasikan tidak terbatas pada undang-undang, keppres. Hasil dari sebuah penelitian, berita di media, arsip, buku, juga bisa dijadikan sebagai data dokumen, tapi juga harus mempertimbangkan validitas dari data-data tersebut.
Sumber-sumber yang bisa dijadikan bahan dalam riset dokumen/studi literer:

Koran/majalah
Koran/majalah menyediakan informasi cukup memadai untuk kebutuhan  riset dokumen. Informasi surat kabar cukup layak dijadikan sumber data otentik (terlepas bila mengandung kesalahan informasi). Riset dokumen yang dilakukan mempelajari terhadap pelbagai pemberitaan dari reportase yang obyektif, teks berita foto (caption), dan tulisan yang mengandung opini.
Teknik penelusuran data melalui koran/majalah
·                     Melalui sistem kartu indeks perpustakaan
·                     Melalui sistem kartu indeks yang diterbitkan oleh sindikasi surat kabar
Buku
Pencarian data melalui buku terkait dengan kredibilitas penulisnya, penerbitnya, dan tahun-tahun revisi penerbitannya. Juga memeriksa keterangan seperti data-data statistik yang dikutip, apakah dari abstraksi data yang terbaru. Buku layak dijadikan sumber data karena buku biasanya memuat bahasan-bahasan yang mendalam dan cakupan pemahaman yang luas.

Beberapa referensi buku yang bisa dimanfaatkan
·                     Kamus
·                     Ensiklopedi
·                     Biografi
·                     Tesis/disertasi
·                     Jurnal
·                     Internet

0 komentar:

Posting Komentar