photo Nirwana-Bannerm_zpsfb61fe90.jpg

Minggu, Februari 09, 2014
0
MARXISME

Pemikiran Marx dalam Das Capital
Untuk memahami gagasan dasar pemikiran Karl Marx, kita bisa melacak dari karya master peace-nya yaitu Das Kapital (Capital, dalam terjemahan bahasa Inggris, atau Modal) adalah suatu pembahasan yang mendalam tentang ekonomi politik yang ditulis oleh Karl Marx dalam bahasa Jerman. Buku ini merupakan suatu analisis kritis terhadap kapitalisme dan aplikasi praktisnya dalam ekonomi dan juga, dalam bagian tertentu, merupakan kritik terhadap teori-teori terkait lainnya. Jilid pertamanya diterbitkan pada 1867.
Kekuatan pendorong utama kapitalisme, menurut Marx, terdapat dalam eksploitasi dan alienasi tenaga kerja. Sumber utama dari keuntungan baru dan nilai tambahnya adalah bahwa majikan membayar buruh-buruhnya untuk kapasitas kerja mereka menurut nilai pasar, namun nilai komoditi yang dihasilkan oleh para buruh itu melampaui nilai pasar. Para majikan berhak memiliki nilai keluaran (output)yang baru karena mereka memiliki alat-alat produksi (kapital) yang produktif. Dengan menghasilkan keluaran sebagai modal bagi majikan, para buruh terus-menerus mereproduksikan kondisi kapitalisme melalui pekerjaan mereka.
Namun, meskipun Marx sangat prihatin dengan aspek-aspek sosial dari perdagangan, bukunya bukanlah sebuah pembahasan etis, melainkan sebuah upaya (yang tidak selesai) untuk menjelaskan tujuan dari "hukum gerak" ("laws of motion") dari sistem kapitalis secara keseluruhan, asal-usulnya dan masa depannya. Ia bermaksud mengungkapkan sebab-sebab dan dinamika dari akumulasi modal, pertumbuhan tenaga kerja bayaran, transformasi tempat kerja, konsentrasi modal, persaingan, sistem bank dan kredit, kecenderungan tingkat keuntungan untuk menurun, sewa tanah, dan banyak hal lainnya. Marx memandang komoditi sebagai "bentuk sel" atau satuan bangunan dari masyarakat kapitalis — ini adalah obyek yang berguna bagi orang lain, tetapi dengan nilai jual bagi si pemilik. Karena transaksi komersial tidak menyiratkan moralitas tertentu di luar apa yang dibutuhkan untuk menyelesaikan transaksinya, pertumbuhan pasar menyebabkan dunia ekonomi dan dunia moral-legal menjadi terpisah dalam masyarakat: nilai subyektif moral menjadi terpisah dari nilai obyektif ekonomi.
Ekonomi politik, yang mulanya dianggap sebagai "ilmu moral" yang berkaitan hanya dengan distribusi kekayaan yang adil, atau sebagai suatu "aritmetika politik" untuk pengumpulan pajak, dikalahkan oleh disiplin ilmu ekonomi, hukum dan etika yang terpisah.Marx percaya bahwa para ekonom politik dapat mempelajari hukum-hukum kapitalisme dalam cara yang "obyektif", kaerna perluasan pasar pada kenyataannya telah mengobyektifikasikan sebagian besar hubungan ekonomi: cash nexus membuang semua ilusi keagamaan dan politik sebelumnya (namun kemudian menggantikannya dengan ilusi jenis lain -- fetishisme komoditi). Marx juga mengatakan bahaw ia memandang "formasi ekonomi masyarakat sebagai suatu proses sejarah alam". Pertumbuhan perdagangan terjadi sebagai suatu proses di mana tak seorangpun dapat menguasai atau mengarahkan, menciptakan suatu kompleks jaringan kesalingterkaitan sosial yang sangat besar secara global. Dengan demikian, suatu "masyarakat" terbentuk "secara ekonomi" sebelum orang benar-benar secara sadar menguasai kapasistas produktif yang sangat beasr dan kesalingterkaitan yang telah mereka ciptakan, untuk membangunnya secara kolektif untuk dipergunakan sebaik-baiknya.
Jadi, analisis Marx dalam Das Kapital, difokuskan terutama pada kontradiksi-kontradiksi struktural, daripada antagonisme kelas, yang mencirikan masyarakat kapitalis – “gerakan kontradiktif” [gegensätzliche Bewegung] [yang] berasal pada sifat ganda pekerjaan,” bukannya dalam perjuangan antara tenaga buruh dan modal, atau antara kelas pemilik dan kelas pekerja. Lebih jauh, kontradiksi-kontradiksi ini beroperasi (seperti yang digambarkan oleh Marx dengan menggunakan suatu ungkapan yang dipinjam dari Hegel) “di belakang punggung” kaum kapitalis maupun buruh, artinya, sebagai akibat dari aktivitasaktivitas mereka, namun demikian tidak dapat diminimalkan ke dalam kesadaran mereka baik sebagai individu maupun sebagai kelas. Oleh karena itu, Das Kapital, tidak mengusulkan suatu teori revolusi (yang dipimpin oleh kelas buruh dan wakil-wakilnya) melainkan teori tentang krisis sebagai kondisi untuk potensi revolusi, atau apa yang dirujuk oleh Marx dalam Manifesto Komunis sebagai "senjata" potensial, "ditempa" oleh para pemilik modal, "berbalik memukul kaum borjuis sendiri" oleh kelas pekerja. Krisis seperti itu, menurut Marx, berakar dalam sifat komoditi yang kontradiktif, bentuk sosial yang paling dasar dari masyarakat kapitalis. Dalam kapitalisme, perbaikan-perbaikan dalam teknologi dan meningkatnya tingkat produktivitas menambah jumlah kekayaan materi (atau nilai pakai) dalam masyarakat sementara pada saat yang bersamaan mengurangi Nilai (ekonomi) dari kekayaan ini, dan dengan demikian merendahkan tingkat keuntungan – suatu kecenderungan yang membawa kepada situasi tertentu, yaitu ciri khas dalam kapitalisme, yakni "kemiskinan di tengah kelimpahan," atau lebih tepatnya, krisis produksi yang berlebihan di tengah konsumsi yang terlalu rendah.
Marx menerbitkan jilid pertama dari Das Kapital pada 1867, tetapi ia meninggal dunia sebelum sempat menyelesaikan jilid kedua dan ketigana yang sudah dibuat naskahnya. Buku-buku ini kemudian disunting oleh teman dan rekan kerjanya Friedrich Engels dan diterbitkan 1885 dan 1894; jilid keempat, yang berjudul, yang disebut Theories of Surplus-Value, pertama-tama disunting dan diterbitkan oleh Karl Kautsky pada 1905-1910. Naskah-naskah persiapan lainnya diterbitkan baru beberapa dasawarsa kemudian.
Marx mendasarkan karyanya pada para ekonom klasik seperti Adam Smith, David Ricardo, John Stuart Mill dan bahkan Benjamin Franklin. Namun, ia mengolah kembali gagasan-gagasan para pengarang ini, sehingga bukunya merupakan sintesis yang tidak mengikuti gagasan pemikir manapun. Buku ini juga mencerminkan metodologi dialektis yang diterapkan oleh G.W.F. Hegel dalam bukunya The Science of Logic dan The Phenomenology of Mind, dan pengaruh para sosialis Perancis seperti Charles Fourier, Comte de Saint-Simon, dan Pierre-Joseph Proudhon.Marx sendiri mengatakan bahwa tujuannya adalah "membawa suatu ilmu [artinya, ekonomi politik] melalui kritik kepata suatu titik di mana ia dapat secara dialektis digambarkan", dan dalam cara ini "mengungkapkan hukum gerak masyarakat modern". Dengan memperlihatkan bagaimana perkembangan kapitalis itu adalah pendahulu dari suatu cara produksi sosialis yang baru, ia berusaha memberikan dasar ilmiah bagi gerakan buruh modern. Dalam mempersiapkan bukunya ini, ia mempelajari literatur ekonomi yang tersedia pada masanya selama dua belas tahun, terutama di British Museum di London.Aristoteles, dan filsafat Yunani pada umumnya, merupakan pengaruh penting lainnya (meskipun seringkali diabaikan) dalam analisis Marx terhadap kapitalisme. Pendidikan Marx di Bonn terpusat pada para penyair Yunani dan Romawi. Disertasi yang diselesaikannya di universitas adalah tentang perbandingan antara filsafat alam dalam karya Demokritus dan Epikurus. Lebih dari itu, sejumlah pakar telah mengajukan pendapatnya bahwa rancangan dasar Das Kapital – termasuk kategori-kategori penggunaan dan nilai tukar, serta "silogisme" untuk sirkulasi sederhana dan diperluas (M-C-M dan M-C-M’) – diambil dari Politik (Aristoteles) dan Etika Nikomakea. Lebih dari itu, gambaran Marx tentang mesin di bawah hubungan-hubungan produksi kapitalis sebagai "otomat" yang bertindak sendiri, adalah sebuah rujukan langsung kepada spekulasi Aristoteles kepada alat-alat yang tidak bernyawa yang mampu mengikuti perintah sebagai kondisi untuk penghapusan perbudakan.

1.    Capital, Volume I: The Process of Production of Capital - Proses Produksi Modal
2.    Capital, Volume II: The Process of Circulation of Capital - Proses Sirkulasi Modal
3.    Capital, Volume III: The Process of Capitalist Production as a Whole - Proses Produksi Kapitalis secara Keseluruhan
4.    Capital, Volume IV: Theories of Surplus Value - Teori-teori tentang Nilai Surplus

Pandangan Marxisme Tentang Sejarah dan Negara  
Dalam  tulisan ini dipakai istilah marxis kalau penekanannya pada buah pikiran, sedangkan komunis, kalau penekanannya  sebagai kekuatan sosial politik. Filsafat historische materialisme (buah pikiran  Karl Marx yang materialistik dalam menafsirkan sejarah) merupakan paradigma dari seluruh sistem pemikiran Marx.  Dengan menjiplak metode dialektika dari Hegel  (these, anti-these, synthese),  Marx  memahamkan proses sejarah  sebagai   rentetan konflik  (antagonism)  dalam wujud revolusi di antara  dua  kelas yang  berlawanan (these melawan anti-these). Buah  dari  revolusi itu menghasilkan kelas baru (synthese), yang ordenya lebih tinggi dari  kedua  kelas (these dan anti-these) yang  selesai  tabrakan itu. Demikianlah proses yang dialektis itu berjalan terus. Begitu tumbuh  orde sosial-ekonomi yang baru (new emerging force),  maka terjadilah  pula  konflik dengan kelas hasil synthese  tadi  (old established force). Maka terjadilah pula revolusi, kekuatan  baru (anti-these) melabrak kekuatan lama  (these)  yang   berupaya mempertahankan  status-quo, oleh karena jika terjadi perubahan sistem-ekonomi tentu saja akan menghapuskan supremasi kelas yang bertahan itu. Marx sama sekali menepis mengenai kemungkinan terjadinya konsiliasi ataupun kompromi dari kedua kelas itu.

Teori  pertentangan kelas itu ditimba Marx dari sejarah  Abad Pertengahan  di Eropah (rentang waktu antara zaman Klasik  dengan Renaissance,  dari abad ke-5 M., hingga sekitar tahun  1500  M.). Golongan  tukang pada waktu itu bertumbuh menjadi kelas  saudagar dan  industriawan,  yang  kemudian  disebut  kelas  borjuis  lalu menjadi anti-these dari  kelas  feodal  (these)  sebagai  kelas penguasa. Benturan kelas borjuis dengan kelas feodal tersebut membuahkan synthese berupa kelas kapitalis. Selanjutnya tanpa didukung oleh fakta sejarah Marx berspekulasi  menduga  bahwa  proses  dialektis  berlanjut  terus dengan  timbulnya kelas baru, yaitu kelas proletar, sebagai anti-these dari kelas  kapitalis.  Revolusi  kelas  proletar   itu akan menghasilkan masyarakat tanpa kelas, dan inilah akhir sejarah pertentangan   kelas  menurut  spekulasi  Marx. Kemudian   Marx berangan-angan  lebih  lanjut, yaitu masyarakat tanpa  kelas  ini nanti  dapat  berjalan tanpa negara, semua orang  bekerja sesuai dengan kemampuannya dan mendapatkan sesuai dengan  kebutuhannya. Untuk itu diperlukan waktu antara yang dikendalikan oleh Diktator Proletar. Menurut Marx negara harus bubar, oleh karena negara itu tidak lain dari alat kelas atas untuk menekan kelas bawah,  yaitu alat kelas feodal menekan kelas borjuis dan alat kelas  kapitalis menekan kelas proletar.
Ada tiga hal yang perlu dikuliti dari pemahaman Marx tersebut. Pertama, pendapatnya yang menepis akan kemungkinan terjadinya kompromi diantara kelas yang baru tumbuh yang  ditekan  dengan kelas  lama  yang  menekan. Pada tahun 1689  di  Inggris  terjadi kompromi  antara  golongan feodal sebagai kelas  penguasa  dengan kelas  borjuis. Tidak seperti rekannya di daratan Eropa golongan aristokrat di Inggris mempunyai sikap keterbukaan, sehingga dapat mengakomodasikan diri untuk menerima perubahan-perubahan dalam sistem sosial-ekonomi. Maka perubahan sistem sosial-ekonomi dapat berlangsung dengan mulus tanpa tumbangnya dengan  sengit  kelas penguasa.  Di  sinilah  letak kesalahan  Marx,  yaitu mengadakan rampatan (generalisasi) dengan hanya melihat di daratan Eropa.  (Kecerobohan Marx  dengan  generalisasi  ini tampak  pula  dalam  pandangannya terhadap  agama, bahwa agama itu candu bagi rakyat,  yang  insya-Allah akan dibahas tersendiri dalam sebuah nomor seri).
Kedua, pertentangan kelas antara kaum feodal  sebagai  kelas penekan  dengan  kaum  borjuis sebagai kelas  yang  ditekan.  Apa sesungguhnya yang terjadi pada Abad Pertengahan di Eropah,  kalau disimak dengan teliti, kelas borjuis bukanlah kelas yang  ditekan oleh  kelas feodal. Pertikaian antara kelas feodal dengan  kelas borjuis bukanlah pertikaian antara kelas penekan dengan  kelas yang  ditekan. Karena sesungguhnya kelas yang ditekan  oleh  kaum feodal adalah petani yang terikat pada tanah. Kelas petani inilah kelas  yang  tertekan, baik oleh kelas feodal maupun  oleh kelas borjuis,  ibarat seekor kelinci yang dijepit dua ekor gajah  yang berkelahi.  Kedua  ekor gajah itu adalah kelas feodal  dan  kelas borjuis, sedangkan sang kelinci adalah petani.
Ketiga, apakah mungkin terjadi masyarakat tanpa kelas,  tanpa negara, yang berjalan seperti arloji otomatis. Masyarakat  angan-angan  (utopia), tanpa negara, tanpa kelas, orang bekerja  sesuai dengan  kemampuannya dan mendapatkan sesuai  dengan kebutuhannya yang berjalan seperti arloji otomatis tidak berhasil  diwujudkan oleh  Diktator  Proletar, dengan hancurnya  Uni  Sovyet.  (Arloji otomatis adalah  ungkapan pengasuh kolom ini saja, bukan dari Marx).  Alhasil  konsep Marx yang materialistik dalam  menafsirkan sejarah yang menjadi paradigma dari seluruh sistem pemikiran Marx ditolak oleh kenyataan sejarah.
Walaupun teori pertentangan kelas yang berwujud pemberontakan adalah  hasil generalisasi yang ceroboh dari Marx, namun kaum komunis sudah menganggapnya doktrin yang dogmatis. Para marxist telah dua kali  memberontak di Indonesia, yaitu  pemberontakan komunis   di  Madiun  yang  dikendalikan  dari  Uni Sovyet dan pemberontakan Gestapu PKI yang dikendalikan dari RRC.  Sungguh kebablasan jika ada pendapat yang ingin memberi kebebasan  para kamerad  itu atas nama demokrasi dan HAM untuk menyebarkan komunisme. Sebab   walaupun kekuatan komunis sukar  untuk memberontak   kembali,  namun  sekurang-kurangnya mereka dapat mengecoh masyarakat miskin, lagi pula mereka akan bergerak  bebas menanamkan   antagonisme  dalam  masyarakat. 

Lenin: Marxisme dan Revisionisme (1908)
Dari Collected Works,Volume 15, 1908 Diterbitkan pertama kali dalam Simposium Karl Marx – 1818-1883, 1908 This text has been copied from the Lembaga Penerbitan, Pendidikan, dan Pengembangan Pers Mahasiswa (LP4M) site with kind permission. The site has a number of other texts about Marxism and Indonesia.
Ada ucapan yang terkenal bahwa jika aksioma geometrikal dipengaruhi upaya-upaya kepentingan manusia pasti ia akan ditiadakan. Teori tentang sejarah alam yang dipertentangkan dengan prasangka teologi lama mendorong, dan masih mendorong oposisi yang paling radikal. Oleh karenanya, tak heran bahwa doktrin Marxian, yang secara langsung mengabdi pada pencerahan dan pengorganisasian kelas maju di dalam masyarakat modern, mengindikasikan tugas-tugas yang dihadapi oleh kelas ini dan mendemonstrasikan pergantian yang pasti (berkat pertumbuhan ekonomi) dari sistem terkini oleh suatu orde baru – tak heran jika doktrin ini harus berseteru dalam setiap langkah maju dalam perjalanan hidupnya.Tak perlu disebut, ini diterapkan kepada ilmu dan filsafat borjuis, secara resmi diajarkan oleh profesor-profesor untuk membingungkan generasi-generasi yang tumbuh dari kelas yang berpunya dan untuk "melatih"-nya melawan musuh-musuh dalam dan luar negeri. Ilmu ini tak akan pernah mendengar tentang Marxisme, menyatakan bahwa hal itu telah ditentang dan dihancurkan. Marx diserang dengan antusias oleh sarjana-sarjana muda yang membina karir dengan menentang sosialisme, dan oleh orang-orang tua bodoh yang mengabdi tradisi dari semua jenis "sistem" yang kadaluarsa. Kemajuan Marxisme, fakta bahwa gagasan-gagasannya disebarkan dan digenggam kuat diantara kelas buruh, meningkat frekuensi dan intensitasnya dengan pasti dari serangan-serangan kaum borjuis ini terhadap Marxisme, yang menjadi semakin kuat, lebih keras dan lebih berbahaya setiap kali "dihancurkan" oleh ilmu-ilmu resmi.
Namun biarpun diantara doktrin-doktrin yang berhubungan dengan perjuangan kelas pekerja, dan sekarang ini berada luas dalam kaum proletar, Marxisme tanpa cara tertentu telah mengkonsolidasikan posisinya sekali lagi. Dalam setengah abad yang pertama dari keberadaannya (dari tahun 1840-an), Marxisme terlibat dalam pertempuran terhadap teori-teori yang bermusuhan secara fundamental terhadapnya. Di awal '40-an Marx dan Engels berhadap-hadapan dengan Hegelian Muda yang radikal yang sudut pandangnya dipenuhi oleh idealisme filsafatis. Pada akhir '40-an, perjuangan dimulai dalam doktrin ekonomi, melawan Proudhonisme. Tahun '50-an, terlihat kelengkapan perjuangan ini dalam kritisisme partai-partai dan doktrin-doktrin yang termanifestasi dalam situasi sulit di 1848. Pada '60-an, perjuangan beralih dari wilayah teori-teori umum ke soal-soal yang berkaitan langsung dengan gerakan buruh: penolakan terhadap Bakuninisme dari Internasional. Pada awal '70-an, panggung di Jerman diduduki sementara oleh Proudhonis Muhlberger, dan di akhir '70-an oleh kaum positivis Dühring. Tapi pengaruh terhadap kaum proletar sudah tak lagi penting. Marxisme selalu memperoleh kemenangan yang tak perlu dipertanyakan lagi terhadap semua ideologi lain dalam gerakan buruh.
Tahun '90-an, kemenangan ini telah seluruhnya terselesaikan. Bahkan di negara-negara Latin, dimana tradisi-tradisi Proudhonisme bercokol paling lama daripada di tempat lain, partai-partai buruh menyusun program-program dan taktik-taktik mereka pada pondasi Marxis. Kebangkitan organisasi internasional gerakan buruh – dalam bentuk kongres internasional yang periodik – dari awalnya, dan hampir seluruhnya tanpa perjuangan, mengadopsi titik berdiri Marxis dalam hal-hal yang esensial. Tapi setelah Marxisme telah menolak semua doktrin-doktrin yang lebih atau kurang integral yang memusuhinya, aliran--aliran yang diekpresikan dalam doktrin-doktrin tersebut mulai mencari saluran-saluran lain.
Bentuk-bentuk dan penyebab-penyebab perjuangan berganti, tetapi perjuangan terus berjalan. Dan pertengahan abad kedua dari keberadaan Marxisme dimulai (pada tahun '90-an) dengan perlawanan terhadap musuh-musuh Marxisme di dalam Marxisme itu sendiri. Bernstein, yang pernah pada masanya hidup sebagai seorang Marxis orthodoks, menjadi tokoh pada tren yang muncul di hadapan publik dan dengan sangat sadar, ia mengoreksi Marx, merevisi Marx, revisionisme. Bahkan di Rusia, dimana – bangsa yang memiliki keterbelakangan ekonomi dan mayoritasnya terdiri dari satu populasi petani yang terbebani oleh sisa-sisa perbudakan – sosialisme non-Marxis telah berjalan secara alami sudah sekian lamanya, sudah jelas-jelas melewatinya ke revisionisme sebelum kita menyadarinya. Baik dari pertanyaan tentang pertanian (program municipalisasi semua tanah) dan dalam pertanyaan-pertanyaan umum tentang program dan taktik, kawan-kawan Social-Narodnik sangat dan teramat sering bergonta-ganti "koreksi" kepada Marx bagi peninggalan yang telah mati dan gelap pada sistem lama mereka, yang dengan caranya sendiri telah menyatu dan secara mendasar bermusuhan dengan Marxisme.
Sosialisme Pra-Marxis telah gugur. Ia masih meneruskan perlawanan, tak lagi pada landasan independennya lagi, tapi pada landasan umum Marxisme, seperti revisionisme. Marilah kita, memeriksa isi ideologis revisionisme. Dalam lingkaran filosofi revisionisme yang diikuti pada kebangkitan pendidikan "keilmuan" borjuis, para pemikir "kembali pada Kant" – dan revisionisme diseret di sepanjang neo-Kantian. Para pemikir itu kembali mengulangi truisme pendeta-pendeta yang telah menyuarakan ratusan kali untuk melawan filsafat materialisme – dan kaum revisionis, tersenyum seenaknya, menggerutu (kata-demi-kata dari pemikiran terkini Handbuch) bahwa materialisme telah "ditolak" sejak lama. Para pemikir itu memperlakukan Hegel sebagai seekor "anjing mati", sementara mereka sendiri mendewa-dewakan idealisme, hanya suatu idealisme yang ratusan kali lebih menyedihkan dan buruk daripada idealisme Hegel, secara arogan mengangkat bahu pada dialektika – dan kaum revisionis telah gagal dan terbenam ke dalam lumpur filsafat kevulgaran ilmu, menggantikan dialektika yang "punya nilai seni" (dan sifat revolusioner) dengan "evolusi" yang sederhana (dan adem-ayem). Para pemikir itu menghabiskan gaji resminya untuk menyesuaikan antara idealisme dan sistem kritikal mereka pada filosofi medieval yang dominan (contohnya pada teologi) – dan kaum revisionis mendekatkan diri mereka, mencoba membangun agama atas "kepentingan pribadi", bukan pada hubungannya dengan negara modern, tetapi dalam hubungannya dengan partai di kelas-kelas maju.
Apa arti sesungguhnya "koreksi-koreksi" kepada Marx dalam satu istilah yang tak perlu dinyatakan: hal ini telah menjadi buktinya. Dengan gampang kita bisa menerapkan catatan tentang kaum Marxis dalam gerakan Sosial-Demokrat internasional untuk mengkritik truisme revisionis yang dahsyat dari titik berdiri pada konsistensi materialisme dialektik, yakni Plekhanov. Hal ini harus ditekankan semua bahwa semakin bersifat empatik sejak kesalahan upaya-upaya yang tak mendasar yang pada masa kini dilakukan untuk menyelundupkan sampah berselubung filsafat lama dan reaksioner sebagai satu kritisisme pada taktik oportunisme Plekhanov. [1]
Mencermati ekonomi politik, harus dicatat pertama-tama bahwa dalam lapisan "koreksi-koreksi" revisionis memang lebih komprehensif dan melihat keadaan sekitarnya; daya-upaya dilakukan untuk mempengaruhi publik dengan "data baru tentang perkembangan ekonomi". Dikatakan bahwa konsentrasi dan penolakan produksi berskala kecil oleh produksi berskala besar sama sekali tidak terjadi di pertanian, sementara mereka melakukannya dengan sangat lambat di bidang perdagangan dan industri. Dikatakan bahwa krisis-krisis kini amat jarang dan lemah, dan bahwa kartel dan trust memungkinkan modal dapat menghancurkan mereka seluruhnya. Dikatakan bahwa "teori kehancuran" yang dihadapi kapitalisme tak disuarakan, mengacu pada aliran antagonisme kelas sehingga menjadi lembek dan kurang akut. Akhirnya, dikatakan juga bahwa bukanlah suatu kesalahan untuk mengkoreksi teori nilai Marx, pada persetujuan dengan Bohm-Bawerk.
Perlawanan dengan kaum revisionis pada pertanyaan-pertanyaan ini menghasilkan buah kebangkitan pemikiran teoritis pada sosialisme internasional seperti halnya kontroversi Engels dengan revisi Dühring 20 tahun sebelumnya. Argumen-argumen kaum revisionis dianalisa dengan bantuan fakta-fakta yang dibuktikan bahwa kaum revisionis secara sistematis mewarnai produksi berskala kecil modern dengan gambar-berwarna merah mawar. Superioritas teknik dan perdagangan produksi berskala besar terhadap produksi berskala kecil tak hanya terjadi di bidang industri, tetapi juga di bidang pertanian. Fakta ini tak dapat dibantah. Tetapi produksi komoditi sangat kurang dikembangkan pada bidang pertanian, dan ekonomi serta ahli statistik modern, sesuai dengan aturan, tidak terampil dalam menarik cabang khusus (kadang-kadang terjadi pada operasi) pada bidang pertanian yang menunjukkan bahwa pertanian secara progresif ditarik ke dalam proses pertukaran ekonomi dunia. Produksi berskala kecil mempertahankan dirinya pada sisa-sisa ekonomi alam dengan pola makan yang semakin gawat, dengan kelaparan kronis, dengan semakin panjangnya jam kerja, dengan pengurangan kualitas dan jumlah ternak, dengan kata lain, dengan sejumlah metode dimana produksi kerajinan tangan mempertahankan dirinya melawan manufaktur kapitalis. Setiap kemajuan ilmu dan teknologi akhirnya dan dengan kejam melemahkan pondasi produksi berskala kecil di masyarakat kapitalis; dan ini merupakan tugas ekonomi politik sosialis untuk menyelidiki proses ini dalam segala bentuknya, seringkali rumit dan penuh intrik, dan untuk mendemonstrasikan kepada penghasil berskala kecil bisa terus bertahan di bawah kapitalisme, tak ada lagi harapan bagi pertanian petani di bawah kapitalisme, dan pentingnya para petani mengadopsi titik berdiri kaum proletar.
Pada pertanyaan ini, kaum revisionis telah berdosa, dalam sudut padang keilmuan, dengan generalisasi yang dibuat-buat berdasar pada fakta-fakta yang dipilih secara sepihak dan tanpa referensi keseluruhan sistem kapitalisme. Dari sudut pandang politik, mereka berdosa oleh fakta bahwa mereka pada akhirnya, apakah mereka menginginkan atau tidak, mengundang atau memaksa petani untuk mengadopsi tingkah laku tuan tanah kecil (seperti misalnya, tingkah laku kaum borjuis) alih-alih memaksa mereka untuk mengadopsi sudut pandang kaum proletar revolusioner.
Posisi revisionisme semakin memburuk seperti dalam hal teori krisis atau teori kehancuran. Hanya dalam waktu yang sangat singkat dapatkan orang, dan hanya mereka yang paling berpandangan sempit, memikirkan untuk refashioning pondasi teori Marx di bawah pengaruh ledakan industri dan kemakmuran dalam beberapa tahun ini. Realitas kemudian akan semakin jelas bagi kaum revisionis bahwa krisis bukanlah sesuatu yang ada di masa lalu: kemakmuran diikuti oleh suatu krisis. Bentuk-bentuk, aliran, gambaran tentang krisis khusus telah berganti, tetapi krisis tetap komponen akhir dari sistem kapitalis. Sementara menyatukan produksi, kartel-kartel dan trust pada saat yang sama, dan dengan cara yang jelas terlihat, memperburuk anarki produksi, ketidakamanan keberadaan kaum proletar dan kekejaman modal, oleh karenanya meningkatkan antagonisme kelas hingga ke suatu tingkat yang luar biasa. Bahwa kapitalisme pada akhirnya akan rontok – baik dalam politik individual dan krisis ekonomi serta kehancuran total dari seluruh sistem kapitalis – telah dibuat jelas secara khusus, dan pada suatu trust yang berskala besar, persisnya oleh raksasa trust yang baru. Krisis keuangan belakangan ini di Amerika dan peningkatan pengangguran ayng menakutkan di seluruh Eropa, tak mengatakan apa-apa mengenai krisis industrial yang mendekat dari sejumlah gejala-gejala yang dapat ditunjuk – semua ini membuat "teori-teori" terkini dari kaum revisionis telah dilupakan oleh semua orang, termasuk, tampaknya demikian, oleh banyak dari kalangan mereka sendiri.
Tetapi pelajaran-pelajaran mengenaik ketidakstabilan para intelektual telah menyingkirkan hal agar kelas buruh jangan dilupakan.Seperti pada teori nilai, perlu dikatakan bahwa terpisah dari kekelaman petunjuk dan gerutuan, ala Bohm-Bawerk, kaum revisionis sama sekali tidak memberi kontribusi absolut, dan oleh karenanya tidak meninggalkan jejak pada perkembangan pemikiran ilmiah. Dalam lapisan politik, revisionisme benar-benar mencoba merevisi pondasi Marxisme, yang umum disebut, doktrin perjuangan kelas. Kebebasan berpolitik, demokrasi dan pemilihan umum dibuang dari dasar perjuangan kelas – seperti yang dikatakan kepada kami – dan meminjam proposisi Manifesto Komunis tua yang tak benar bahwa buruh tak membutuhkan negara. Mereka katakan, sejak "kehendak mayoritas" gagal dalam suatu demokrasi, orang harusnya tak lagi menganggap negara sebagai organ penguasa kelas, tak juga menolak aliansi dengan kaum borjuis progresif, reformis sosialis melawan kaum reaksioner.
Tak dapat dielakkan bahwa argumen-argumen kaum revisionis ini dimuati oleh pandangan sistem keseimbangan yang adil, yang biasa disebut, pandangan borjuis liberal yang tua dan terkenal itu. Kaum liberal selalu mengatakan bahwa parlementarisme borjuis telah merusak kelas dan divisi kelas, sejak hak untuk memilih dan hak untuk berpartisipasi dalam pemerintahan suatu negara dibagikan kepada semua warga negara tanpa perbedaan. Seluruh sejarah Eropa pada paruh kedua abad ke-19, dan seluruh sejarah revolusi Rusia pada awal abad ke-18, jelas-jelas menunjukkan pandangan seperti itu sungguh absurd. Perbedaan ekonomis tidak dimoderasi tetapi ditingkatkan dan diintensifkan di bawah kebebasan kapitalisme "demokratik". Parlementarisme tidak dihilangkan, tetapi tetap terbaring sebagai karakter yang inheren bahkan di dalam republik borjuis yang paling demokratis sebagai organ kelas penindas.
Dengan membantu untuk mencerahkan dan mengorganisir massa lebih luas hingga tak terukur daripada mereka yang sebelumnya mengambil bagian secara aktif dalam peristiwa-peristiwa politik, parlementarisme tidak dibuat untuk penghilangan krisis dan revolusi politik, tetapi untuk intensifikasi yang maksimum bagi perang sipil selama revolusi tersebut. Peristiwa-peristiwa di Paris pada musim semi 1871 dan kejadian-kejadian di Rusia pada musim dingin 1905 menunjukkan secara jelas bagaimana intensifikasi ini akhirnya muncul. Kaum borjuis Perancis tanpa babibu membuat suatu perjanjian dengan musuh dari seluruh bangsa, dengan tentara asing yang telah menghancurkan negaranya, untuk menghancurkan gerakan proletariat.
Siapa yang tak dapat memahami dialektika di dalam parlementarisme dan demokrasi borjuis pada akhirnya – yang memimpin ke satu keputusan tegas dari argumen kekerasan massa daripada sebelumnya – tak akan pernah dapat memahami basis parlementarisme ini untuk melakukan agitasi dan propaganda yang konsisten secara prinsip, sungguh-sungguh mempersiapkan massa kelas buruh untuk berpartisipasi dalam kemenangan "argumentasi-argumentasi" ini. Pengalaman aliansi-aliasi, persetujuan-persetujuan, dan blok dengan kaum liberal reformis sosial di Barat dan dengan kaum reformis liberal (kadet-kadet) dalam revolusi Rusia, telah secara menyakinkan menunjukkan bahwa persetujuan ini hanya menumpulkan kesadaran-kesadaran massa, bahwa mereka tak dapat meningkatkan tetapi hanya melemahkan signifikansi perjuangannya yang aktual, dengan menghubungkan antara jagoan-jagoan dengan elemen-elemen yang paling tidak mampu berkelahi dan paling bermasalah dan tak dapat diandalkan. Millerandisme di Perancis – pengalaman terbesar dalam menerapkan taktik politis revisionis sesungguhnya dalam skala nasional, luas – telah menjadi satu penilaian praktis dari revisionisme yang tak akan dilupakan oleh kaum proletar di seluruh dunia.Satu pelengkap alami terhadap tendensi ekonomi dan politik dari revisionisme adalah sikapnya terhadap tujuan pamungkas gerakan sosialis. "Gerakanlah yang utama, tujuan akhir bukanlah apa-apa", frase Bernstein ini menggambarkan substansi revisionisme dengan baik, bahkan lebih baik daripada pernyataan-pernyataan yang panjang. Untuk membedakan tindakannya dari kasus per kasus, untuk mengadaptasinya pada peristiwa sehari-hari dan untuk tetek-bengek dan perubahan pada politik kecil-kecilan, untuk melupakan kepentingan utama dari kaum proletariat dan figur dasar dari keseluruhan sistem kapitalis, dari semua evolusi kapitalis, untuk mengorbankan kepentingan-kepentingan utama ini demi keunggulan momentum yang nyata atau diasumsikan – seperti kebijakan revisionisme. Dan ia mengikuti secara paten dari kebijakan yang sangat alamiah ini bahwa dapat diasumsikan satu varietas bentuk yang tak terbatas, dan setiap pertanyaan yang lebih atau kurang "baru", setiap peristiwa yang lebih atau kurang diharapkan dan diduga, bahkan ia mengganti lini dasar dari perkembangan hanya untuk suatu tingkat yang tak signifikan dan hanya untuk periode yang sangat pendek, pada akhirnya selalu menjadi alasan untuk memunculkan salah satu dari berbagai varietas revisionisme.
Revisionisme ditentukan oleh akar kelasnya di dalam masyarakat modern. Revisionisme adalah satu fenomena internasional. Seorang sosialis yang paling bodoh pun pasti tidak akan ragu tentang hubungan antara kaum orthodoks dan Bernsteinian di Jerman, Guesdis dan Jauresis (dan kini secara khusus Broussis) di Perancis, Federasi Sosial Demokrat dan Partai Buruh Independen di Great Britain, Brouckere dan Vandervelde di Belgia, kaum Integralis dan Reformis di Italia, Bolshevik dan Menshevik di Rusia, di mana saja secara esensial serupa, dengan mengabaikan varietas yang beragam dari kondisi nasional dan faktor sejarah di negara-negara saat ini. Dalam kenyataannya, "perpecahan" di dalam gerakan sosialis internasional saat ini berlanjut pada garis yang sama di semua negara di dunia, yang menunjukkan pada suatu kemajuan yang dahsyat dibandingkan dengan situasi 30 atau 40 tahun lalu, manakala tren yang heterogen pada berbagai negara berseteru di dalam satu gerakan sosialis internasional.
Dan bahwa "revisionisme dari kaum kiri" yang terbentuk di negara-negara Latin sebagai "sindikalisme revolusioner", juga diadaptasi di dalam Marxisme, "mengkoreksinya": Labriola di Italia dan Lagardelle di Perancis seringkali mengutip Marx yang dipahami secara salah dengan pemahaman yang sifatnya kanan.Kita tak dapat berhenti di sini untuk menganalisa isi ideologis dari revisionisme ini, yang sampai sejauh ini dari yang telah dikembangkan hingga ke batas yang sama sebagai revisionisme kaum oportunis: ia belumlah bersifat internasional, belum juga diuji pada satu perang praktis yang besar dalam satu partai sosialis di negara manapun. Oleh karena itu, kita membatasi diri dari "revisionisme dari kanan" seperti yang digambarkan di atas.
Lantas di mana letak ketidakterhindarannya dalam masyarakat kapitalis? Mengapa ia lebih subur daripada perbedaan antara kekhasan nasional dan tingkat-tingkat perkembangan kapitalisme? Karena dalam setiap negara kapitalis, sejajar dengan proletariat, selalu terdapat suatu lapisan luas borjuis kecil. Kapitalisme telah dan selalu timbul dari produksi kecil. Sejumlah "lapis menengah" baru berulang kali timbul dari kapitalisme (perusahaan pendukung pabrik-pabrik besar, pekerja di rumah, bengkel-bengkel kecil yang tersebar luas di seluruh negeri untuk memenuhi kebutuhan industri besar, seperti industri sepeda dan mobil, dll.). Produsen-produsen kecil ini tak dapat menghindari tersingkir menjadi proletariat. Tidak mengherankan bahwa pandangan borjuis kecil selalu timbul dalam partai-partai buruh terbuka. Tidaklah mengherankan bahwa hal ini selalu terjadi dan akan selalu terjadi, hingga terjadi perubahan nasib yang akan timbul dalam revolusi proletarian. Adalah suatu kesalahan yang parah bila ada pikiran bahwa proletarisasi "sepenuhnya" mayoritas penduduk mutlak perlu untuk menimbulkan revolusi demikian. Yang kini sering kita alami dalam lingkup ideologi saja, yaitu pertikaian mengenai perbaikan teoretik terhadap Marx, yang sekarang hanya terjadi pada isu individual dalam gerakan buruh, sebagai perbedaan taktis dengan kaum revisionis dan perpecahan-perpecahan pada tingkatan ini – akan dialami oleh kelas buruh pada suatu tingkatan yang jauh lebih tinggi ketika revolusi proletarian akan mempertajam semua isu yang dipertikaikan, akan memfokuskan semua perbedaan pada poin-poin yang terpenting dalam menentukan tindakan-tindakan massa, dan menjadikan hal penting dalam panasnya pertikaian untuk membedakan lawan dari kawan, dan untuk menyingkirkan sekutu-sekutu yang buruk untuk dapat memberikan pukulan yang menentukan kepada lawan.Ya, perjuangan ideologis ini dilakukan oleh Marxisme revolusioner terhadap revisionisme pada akhir abad ke-19, namun ini suatu awal pertempuran revolusioner yang besar dari kaum proletariat, yang maju untuk meraih kemenangan mutlak dari penyebabnya di samping semua keloyoan dan kelemahan kaum borjuis kecil.

Catatan:
[1] Lihat Studies in the Philosophy of Marxism oleh Bogdanov, Bazarov dkk. Ini
bukan tempat mendiskusikan buku tersebut, dan saya harus membatasi sekarang ini kapan saya akan menyampaikan bahwa dalam waktu dekat saya akan membuktikannya dalam satu seri artikel, atau dalam sebuah pamflet yang berbeda, bahwa semua yang saya katakan di atas tentang kaum revisionis neo-Kantian secara esensial diterapkan juga terhadap neo-Humis yang "baru" dan revisionis neo-Berkeleyan.
      


0 komentar:

Posting Komentar