MARXISME
Pemikiran
Marx dalam Das Capital
Untuk memahami gagasan dasar pemikiran
Karl Marx, kita bisa melacak dari karya master peace-nya yaitu Das Kapital
(Capital, dalam terjemahan bahasa Inggris, atau Modal) adalah suatu pembahasan
yang mendalam tentang ekonomi politik yang ditulis oleh Karl Marx dalam bahasa
Jerman. Buku ini merupakan suatu analisis kritis terhadap kapitalisme dan
aplikasi praktisnya dalam ekonomi dan juga, dalam bagian tertentu, merupakan
kritik terhadap teori-teori terkait lainnya. Jilid pertamanya diterbitkan pada
1867.
Kekuatan
pendorong utama kapitalisme, menurut Marx, terdapat dalam eksploitasi dan
alienasi tenaga kerja. Sumber utama dari keuntungan baru dan nilai tambahnya
adalah bahwa majikan membayar buruh-buruhnya untuk kapasitas kerja mereka
menurut nilai pasar, namun nilai komoditi yang dihasilkan oleh para buruh itu
melampaui nilai pasar. Para majikan berhak memiliki nilai keluaran (output)yang
baru karena mereka memiliki alat-alat produksi (kapital) yang produktif. Dengan
menghasilkan keluaran sebagai modal bagi majikan, para buruh terus-menerus
mereproduksikan kondisi kapitalisme melalui pekerjaan mereka.
Namun, meskipun
Marx sangat prihatin dengan aspek-aspek sosial dari perdagangan, bukunya
bukanlah sebuah pembahasan etis, melainkan sebuah upaya (yang tidak selesai)
untuk menjelaskan tujuan dari "hukum gerak" ("laws of
motion") dari sistem kapitalis secara keseluruhan, asal-usulnya dan masa
depannya. Ia bermaksud mengungkapkan sebab-sebab dan dinamika dari akumulasi
modal, pertumbuhan tenaga kerja bayaran, transformasi tempat kerja, konsentrasi
modal, persaingan, sistem bank dan kredit, kecenderungan tingkat keuntungan
untuk menurun, sewa tanah, dan banyak hal lainnya. Marx memandang komoditi
sebagai "bentuk sel" atau satuan bangunan dari masyarakat kapitalis —
ini adalah obyek yang berguna bagi orang lain, tetapi dengan nilai jual bagi si
pemilik. Karena transaksi komersial tidak menyiratkan moralitas tertentu di
luar apa yang dibutuhkan untuk menyelesaikan transaksinya, pertumbuhan pasar
menyebabkan dunia ekonomi dan dunia moral-legal menjadi terpisah dalam
masyarakat: nilai subyektif moral menjadi terpisah dari nilai obyektif ekonomi.
Ekonomi politik,
yang mulanya dianggap sebagai "ilmu moral" yang berkaitan hanya
dengan distribusi kekayaan yang adil, atau sebagai suatu "aritmetika
politik" untuk pengumpulan pajak, dikalahkan oleh disiplin ilmu ekonomi,
hukum dan etika yang terpisah.Marx percaya bahwa para ekonom politik dapat
mempelajari hukum-hukum kapitalisme dalam cara yang "obyektif",
kaerna perluasan pasar pada kenyataannya telah mengobyektifikasikan sebagian
besar hubungan ekonomi: cash nexus membuang semua ilusi keagamaan dan politik
sebelumnya (namun kemudian menggantikannya dengan ilusi jenis lain --
fetishisme komoditi). Marx juga mengatakan bahaw ia memandang "formasi
ekonomi masyarakat sebagai suatu proses sejarah alam". Pertumbuhan
perdagangan terjadi sebagai suatu proses di mana tak seorangpun dapat menguasai
atau mengarahkan, menciptakan suatu kompleks jaringan kesalingterkaitan sosial
yang sangat besar secara global. Dengan demikian, suatu "masyarakat"
terbentuk "secara ekonomi" sebelum orang benar-benar secara sadar
menguasai kapasistas produktif yang sangat beasr dan kesalingterkaitan yang
telah mereka ciptakan, untuk membangunnya secara kolektif untuk dipergunakan
sebaik-baiknya.
Jadi, analisis
Marx dalam Das Kapital, difokuskan terutama pada kontradiksi-kontradiksi
struktural, daripada antagonisme kelas, yang mencirikan masyarakat kapitalis –
“gerakan kontradiktif” [gegensätzliche Bewegung] [yang] berasal pada sifat
ganda pekerjaan,” bukannya dalam perjuangan antara tenaga buruh dan modal, atau
antara kelas pemilik dan kelas pekerja. Lebih jauh, kontradiksi-kontradiksi ini
beroperasi (seperti yang digambarkan oleh Marx dengan menggunakan suatu
ungkapan yang dipinjam dari Hegel) “di belakang punggung” kaum kapitalis maupun
buruh, artinya, sebagai akibat dari aktivitasaktivitas mereka, namun demikian
tidak dapat diminimalkan ke dalam kesadaran mereka baik sebagai individu maupun
sebagai kelas. Oleh karena itu, Das Kapital, tidak mengusulkan suatu teori
revolusi (yang dipimpin oleh kelas buruh dan wakil-wakilnya) melainkan teori
tentang krisis sebagai kondisi untuk potensi revolusi, atau apa yang dirujuk
oleh Marx dalam Manifesto Komunis sebagai "senjata" potensial,
"ditempa" oleh para pemilik modal, "berbalik memukul kaum borjuis
sendiri" oleh kelas pekerja. Krisis seperti itu, menurut Marx, berakar
dalam sifat komoditi yang kontradiktif, bentuk sosial yang paling dasar dari
masyarakat kapitalis. Dalam kapitalisme, perbaikan-perbaikan dalam teknologi
dan meningkatnya tingkat produktivitas menambah jumlah kekayaan materi (atau
nilai pakai) dalam masyarakat sementara pada saat yang bersamaan mengurangi
Nilai (ekonomi) dari kekayaan ini, dan dengan demikian merendahkan tingkat
keuntungan – suatu kecenderungan yang membawa kepada situasi tertentu, yaitu
ciri khas dalam kapitalisme, yakni "kemiskinan di tengah kelimpahan,"
atau lebih tepatnya, krisis produksi yang berlebihan di tengah konsumsi yang
terlalu rendah.
Marx menerbitkan
jilid pertama dari Das Kapital pada 1867, tetapi ia meninggal dunia sebelum
sempat menyelesaikan jilid kedua dan ketigana yang sudah dibuat naskahnya.
Buku-buku ini kemudian disunting oleh teman dan rekan kerjanya Friedrich Engels
dan diterbitkan 1885 dan 1894; jilid keempat, yang berjudul, yang disebut
Theories of Surplus-Value, pertama-tama disunting dan diterbitkan oleh Karl
Kautsky pada 1905-1910. Naskah-naskah
persiapan lainnya diterbitkan baru beberapa dasawarsa kemudian.
Marx mendasarkan karyanya pada para
ekonom klasik seperti Adam Smith, David Ricardo, John Stuart Mill dan bahkan
Benjamin Franklin. Namun, ia mengolah kembali gagasan-gagasan para pengarang
ini, sehingga bukunya merupakan sintesis yang tidak mengikuti gagasan pemikir
manapun. Buku ini juga mencerminkan metodologi dialektis yang diterapkan oleh
G.W.F. Hegel dalam bukunya The Science of Logic dan The Phenomenology of Mind,
dan pengaruh para sosialis Perancis seperti Charles Fourier, Comte de
Saint-Simon, dan Pierre-Joseph Proudhon.Marx sendiri mengatakan bahwa tujuannya
adalah "membawa suatu ilmu [artinya, ekonomi politik] melalui kritik
kepata suatu titik di mana ia dapat secara dialektis digambarkan", dan
dalam cara ini "mengungkapkan hukum gerak masyarakat modern". Dengan
memperlihatkan bagaimana perkembangan kapitalis itu adalah pendahulu dari suatu
cara produksi sosialis yang baru, ia berusaha memberikan dasar ilmiah bagi
gerakan buruh modern. Dalam mempersiapkan bukunya ini, ia mempelajari literatur
ekonomi yang tersedia pada masanya selama dua belas tahun, terutama di British
Museum di London.Aristoteles, dan filsafat Yunani pada umumnya, merupakan
pengaruh penting lainnya (meskipun seringkali diabaikan) dalam analisis Marx
terhadap kapitalisme. Pendidikan Marx di Bonn terpusat pada para penyair Yunani
dan Romawi. Disertasi yang diselesaikannya di universitas adalah tentang
perbandingan antara filsafat alam dalam karya Demokritus dan Epikurus. Lebih
dari itu, sejumlah pakar telah mengajukan pendapatnya bahwa rancangan dasar Das
Kapital – termasuk kategori-kategori penggunaan dan nilai tukar, serta
"silogisme" untuk sirkulasi sederhana dan diperluas (M-C-M dan
M-C-M’) – diambil dari Politik (Aristoteles) dan Etika Nikomakea. Lebih dari
itu, gambaran Marx tentang mesin di bawah hubungan-hubungan produksi kapitalis
sebagai "otomat" yang bertindak sendiri, adalah sebuah rujukan
langsung kepada spekulasi Aristoteles kepada alat-alat yang tidak bernyawa yang
mampu mengikuti perintah sebagai kondisi untuk penghapusan perbudakan.
1.
Capital,
Volume I: The Process of Production of Capital - Proses Produksi Modal
2.
Capital,
Volume II: The Process of Circulation of Capital - Proses Sirkulasi Modal
3.
Capital,
Volume III: The Process of Capitalist Production as a Whole - Proses Produksi
Kapitalis secara Keseluruhan
4.
Capital,
Volume IV: Theories of Surplus Value - Teori-teori tentang Nilai Surplus
Pandangan
Marxisme Tentang Sejarah dan Negara
Dalam
tulisan ini dipakai istilah marxis kalau penekanannya pada buah pikiran,
sedangkan komunis, kalau penekanannya
sebagai kekuatan sosial politik. Filsafat historische materialisme (buah
pikiran Karl Marx yang materialistik
dalam menafsirkan sejarah) merupakan paradigma dari seluruh sistem pemikiran
Marx. Dengan menjiplak metode dialektika
dari Hegel (these, anti-these,
synthese), Marx memahamkan proses sejarah sebagai
rentetan konflik
(antagonism) dalam wujud revolusi
di antara dua kelas yang
berlawanan (these melawan anti-these). Buah dari
revolusi itu menghasilkan kelas baru (synthese), yang ordenya lebih
tinggi dari kedua kelas (these dan anti-these) yang selesai
tabrakan itu. Demikianlah proses yang dialektis itu berjalan terus.
Begitu tumbuh orde sosial-ekonomi yang
baru (new emerging force), maka
terjadilah pula konflik dengan kelas hasil synthese tadi
(old established force). Maka terjadilah pula revolusi, kekuatan baru (anti-these) melabrak kekuatan lama (these)
yang berupaya
mempertahankan status-quo, oleh karena
jika terjadi perubahan sistem-ekonomi tentu saja akan menghapuskan supremasi
kelas yang bertahan itu. Marx sama sekali menepis mengenai kemungkinan terjadinya
konsiliasi ataupun kompromi dari kedua kelas itu.
Teori pertentangan kelas itu ditimba Marx dari
sejarah Abad Pertengahan di Eropah (rentang waktu antara zaman Klasik dengan Renaissance, dari abad ke-5 M., hingga sekitar tahun 1500
M.). Golongan tukang pada waktu
itu bertumbuh menjadi kelas saudagar dan industriawan,
yang kemudian disebut
kelas borjuis lalu menjadi anti-these dari kelas
feodal (these) sebagai
kelas penguasa. Benturan kelas borjuis dengan kelas feodal tersebut
membuahkan synthese berupa kelas kapitalis. Selanjutnya tanpa didukung oleh
fakta sejarah Marx berspekulasi
menduga bahwa proses
dialektis berlanjut terus dengan
timbulnya kelas baru, yaitu kelas proletar, sebagai anti-these dari
kelas kapitalis. Revolusi
kelas proletar itu akan menghasilkan masyarakat tanpa
kelas, dan inilah akhir sejarah pertentangan
kelas menurut spekulasi
Marx. Kemudian Marx
berangan-angan lebih lanjut, yaitu masyarakat tanpa kelas
ini nanti dapat berjalan tanpa negara, semua orang bekerja sesuai dengan kemampuannya dan
mendapatkan sesuai dengan kebutuhannya.
Untuk itu diperlukan waktu antara yang dikendalikan oleh Diktator Proletar.
Menurut Marx negara harus bubar, oleh karena negara itu tidak lain dari alat
kelas atas untuk menekan kelas bawah,
yaitu alat kelas feodal menekan kelas borjuis dan alat kelas kapitalis menekan kelas proletar.
Ada tiga hal yang
perlu dikuliti dari pemahaman Marx tersebut. Pertama, pendapatnya yang menepis
akan kemungkinan terjadinya kompromi diantara kelas yang baru tumbuh yang ditekan
dengan kelas lama yang
menekan. Pada tahun 1689 di Inggris
terjadi kompromi antara golongan feodal sebagai kelas penguasa
dengan kelas borjuis. Tidak
seperti rekannya di daratan Eropa golongan aristokrat di Inggris mempunyai
sikap keterbukaan, sehingga dapat mengakomodasikan diri untuk menerima
perubahan-perubahan dalam sistem sosial-ekonomi. Maka perubahan
sistem sosial-ekonomi dapat berlangsung dengan mulus tanpa tumbangnya
dengan sengit kelas penguasa. Di
sinilah letak kesalahan Marx,
yaitu mengadakan rampatan (generalisasi) dengan hanya melihat di daratan
Eropa. (Kecerobohan Marx dengan
generalisasi ini tampak pula
dalam pandangannya terhadap agama, bahwa agama itu candu bagi
rakyat, yang insya-Allah akan dibahas tersendiri dalam
sebuah nomor seri).
Kedua,
pertentangan kelas antara kaum feodal
sebagai kelas penekan dengan
kaum borjuis sebagai kelas yang
ditekan. Apa sesungguhnya yang
terjadi pada Abad Pertengahan di Eropah,
kalau disimak dengan teliti, kelas borjuis bukanlah kelas yang ditekan oleh
kelas feodal. Pertikaian antara kelas feodal dengan kelas borjuis bukanlah pertikaian antara
kelas penekan dengan kelas yang ditekan. Karena sesungguhnya kelas yang
ditekan oleh kaum feodal adalah petani yang terikat pada
tanah. Kelas petani inilah kelas
yang tertekan, baik oleh kelas
feodal maupun oleh kelas borjuis, ibarat seekor kelinci yang dijepit dua ekor
gajah yang berkelahi. Kedua
ekor gajah itu adalah kelas feodal
dan kelas borjuis, sedangkan sang
kelinci adalah petani.
Ketiga, apakah
mungkin terjadi masyarakat tanpa kelas, tanpa
negara, yang berjalan seperti arloji otomatis. Masyarakat angan-angan
(utopia), tanpa negara, tanpa kelas, orang bekerja sesuai dengan
kemampuannya dan mendapatkan sesuai
dengan kebutuhannya yang berjalan seperti arloji otomatis tidak
berhasil diwujudkan oleh Diktator
Proletar, dengan hancurnya
Uni Sovyet. (Arloji otomatis adalah ungkapan pengasuh kolom ini saja, bukan dari
Marx). Alhasil konsep Marx yang materialistik dalam menafsirkan sejarah yang menjadi paradigma
dari seluruh sistem pemikiran Marx ditolak oleh kenyataan sejarah.
Walaupun teori pertentangan kelas
yang berwujud pemberontakan adalah hasil
generalisasi yang ceroboh dari Marx, namun kaum komunis sudah menganggapnya
doktrin yang dogmatis. Para marxist telah dua kali memberontak di Indonesia, yaitu pemberontakan komunis di
Madiun yang dikendalikan
dari Uni Sovyet dan pemberontakan
Gestapu PKI yang dikendalikan dari RRC.
Sungguh kebablasan jika ada pendapat yang ingin memberi kebebasan para kamerad
itu atas nama demokrasi dan HAM untuk menyebarkan komunisme. Sebab walaupun kekuatan komunis sukar untuk memberontak kembali,
namun sekurang-kurangnya mereka
dapat mengecoh masyarakat miskin, lagi pula mereka akan bergerak bebas menanamkan antagonisme
dalam masyarakat.
Lenin: Marxisme
dan Revisionisme (1908)
Dari
Collected Works,Volume 15, 1908 Diterbitkan pertama kali dalam Simposium Karl
Marx – 1818-1883, 1908 This text has been copied from the Lembaga Penerbitan,
Pendidikan, dan Pengembangan Pers Mahasiswa (LP4M) site with kind permission. The site has a number of other texts
about Marxism and Indonesia.
Ada ucapan yang terkenal bahwa jika
aksioma geometrikal dipengaruhi upaya-upaya kepentingan manusia pasti ia akan
ditiadakan. Teori tentang sejarah alam yang dipertentangkan dengan prasangka
teologi lama mendorong, dan masih mendorong oposisi yang paling radikal. Oleh
karenanya, tak heran bahwa doktrin Marxian, yang secara langsung mengabdi pada
pencerahan dan pengorganisasian kelas maju di dalam masyarakat modern,
mengindikasikan tugas-tugas yang dihadapi oleh kelas ini dan mendemonstrasikan
pergantian yang pasti (berkat pertumbuhan ekonomi) dari sistem terkini oleh
suatu orde baru – tak heran jika doktrin ini harus berseteru dalam setiap
langkah maju dalam perjalanan hidupnya.Tak perlu disebut, ini diterapkan kepada
ilmu dan filsafat borjuis, secara resmi diajarkan oleh profesor-profesor untuk
membingungkan generasi-generasi yang tumbuh dari kelas yang berpunya dan untuk
"melatih"-nya melawan musuh-musuh dalam dan luar negeri. Ilmu ini tak
akan pernah mendengar tentang Marxisme, menyatakan bahwa hal itu telah
ditentang dan dihancurkan. Marx diserang dengan antusias oleh sarjana-sarjana
muda yang membina karir dengan menentang sosialisme, dan oleh orang-orang tua
bodoh yang mengabdi tradisi dari semua jenis "sistem" yang
kadaluarsa. Kemajuan Marxisme, fakta bahwa gagasan-gagasannya disebarkan dan
digenggam kuat diantara kelas buruh, meningkat frekuensi dan intensitasnya
dengan pasti dari serangan-serangan kaum borjuis ini terhadap Marxisme, yang
menjadi semakin kuat, lebih keras dan lebih berbahaya setiap kali
"dihancurkan" oleh ilmu-ilmu resmi.
Namun biarpun diantara doktrin-doktrin
yang berhubungan dengan perjuangan kelas pekerja, dan sekarang ini berada luas
dalam kaum proletar, Marxisme tanpa cara tertentu telah mengkonsolidasikan
posisinya sekali lagi. Dalam setengah abad yang pertama dari keberadaannya
(dari tahun 1840-an), Marxisme terlibat dalam pertempuran terhadap teori-teori
yang bermusuhan secara fundamental terhadapnya. Di awal '40-an Marx dan Engels
berhadap-hadapan dengan Hegelian Muda yang radikal yang sudut pandangnya
dipenuhi oleh idealisme filsafatis. Pada akhir '40-an, perjuangan
dimulai dalam doktrin ekonomi, melawan Proudhonisme. Tahun '50-an, terlihat
kelengkapan perjuangan ini dalam kritisisme partai-partai dan doktrin-doktrin
yang termanifestasi dalam situasi sulit di 1848. Pada '60-an, perjuangan
beralih dari wilayah teori-teori umum ke soal-soal yang berkaitan langsung
dengan gerakan buruh: penolakan terhadap Bakuninisme dari Internasional. Pada
awal '70-an, panggung di Jerman diduduki sementara oleh Proudhonis Muhlberger,
dan di akhir '70-an oleh kaum positivis Dühring. Tapi pengaruh terhadap kaum
proletar sudah tak lagi penting. Marxisme selalu memperoleh kemenangan yang tak
perlu dipertanyakan lagi terhadap semua ideologi lain dalam gerakan buruh.
Tahun '90-an,
kemenangan ini telah seluruhnya terselesaikan. Bahkan di negara-negara Latin,
dimana tradisi-tradisi Proudhonisme bercokol paling lama daripada di tempat
lain, partai-partai buruh menyusun program-program dan taktik-taktik mereka
pada pondasi Marxis. Kebangkitan organisasi internasional gerakan buruh – dalam
bentuk kongres internasional yang periodik – dari awalnya, dan hampir
seluruhnya tanpa perjuangan, mengadopsi titik berdiri Marxis dalam hal-hal yang
esensial. Tapi setelah Marxisme telah menolak semua doktrin-doktrin yang lebih
atau kurang integral yang memusuhinya, aliran--aliran yang diekpresikan dalam
doktrin-doktrin tersebut mulai mencari saluran-saluran lain.
Bentuk-bentuk dan
penyebab-penyebab perjuangan berganti, tetapi perjuangan terus berjalan. Dan
pertengahan abad kedua dari keberadaan Marxisme dimulai (pada tahun '90-an)
dengan perlawanan terhadap musuh-musuh Marxisme di dalam Marxisme itu sendiri.
Bernstein, yang pernah pada masanya hidup sebagai seorang Marxis orthodoks,
menjadi tokoh pada tren yang muncul di hadapan publik dan dengan sangat sadar,
ia mengoreksi Marx, merevisi Marx, revisionisme. Bahkan di Rusia, dimana –
bangsa yang memiliki keterbelakangan ekonomi dan mayoritasnya terdiri dari satu
populasi petani yang terbebani oleh sisa-sisa perbudakan – sosialisme
non-Marxis telah berjalan secara alami sudah sekian lamanya, sudah jelas-jelas
melewatinya ke revisionisme sebelum kita menyadarinya. Baik dari pertanyaan
tentang pertanian (program municipalisasi semua tanah) dan dalam
pertanyaan-pertanyaan umum tentang program dan taktik, kawan-kawan
Social-Narodnik sangat dan teramat sering bergonta-ganti "koreksi"
kepada Marx bagi peninggalan yang telah mati dan gelap pada sistem lama mereka,
yang dengan caranya sendiri telah menyatu dan secara mendasar bermusuhan dengan
Marxisme.
Sosialisme
Pra-Marxis telah gugur. Ia masih meneruskan perlawanan, tak lagi pada landasan
independennya lagi, tapi pada landasan umum Marxisme, seperti revisionisme.
Marilah kita, memeriksa isi ideologis revisionisme. Dalam lingkaran filosofi
revisionisme yang diikuti pada kebangkitan pendidikan "keilmuan"
borjuis, para pemikir "kembali pada Kant" – dan revisionisme diseret
di sepanjang neo-Kantian. Para pemikir itu kembali mengulangi truisme
pendeta-pendeta yang telah menyuarakan ratusan kali untuk melawan filsafat
materialisme – dan kaum revisionis, tersenyum seenaknya, menggerutu
(kata-demi-kata dari pemikiran terkini Handbuch) bahwa materialisme telah
"ditolak" sejak lama. Para pemikir itu memperlakukan Hegel sebagai
seekor "anjing mati", sementara mereka sendiri mendewa-dewakan
idealisme, hanya suatu idealisme yang ratusan kali lebih menyedihkan dan buruk
daripada idealisme Hegel, secara arogan mengangkat bahu pada dialektika – dan
kaum revisionis telah gagal dan terbenam ke dalam lumpur filsafat kevulgaran
ilmu, menggantikan dialektika yang "punya nilai seni" (dan sifat
revolusioner) dengan "evolusi" yang sederhana (dan adem-ayem). Para
pemikir itu menghabiskan gaji resminya untuk menyesuaikan antara idealisme dan
sistem kritikal mereka pada filosofi medieval yang dominan (contohnya pada
teologi) – dan kaum revisionis mendekatkan diri mereka, mencoba membangun agama
atas "kepentingan pribadi", bukan pada hubungannya dengan negara
modern, tetapi dalam hubungannya dengan partai di kelas-kelas maju.
Apa arti
sesungguhnya "koreksi-koreksi" kepada Marx dalam satu istilah yang
tak perlu dinyatakan: hal ini telah menjadi buktinya. Dengan gampang kita bisa
menerapkan catatan tentang kaum Marxis dalam gerakan Sosial-Demokrat
internasional untuk mengkritik truisme revisionis yang dahsyat dari titik
berdiri pada konsistensi materialisme dialektik, yakni Plekhanov. Hal ini harus
ditekankan semua bahwa semakin bersifat empatik sejak kesalahan upaya-upaya
yang tak mendasar yang pada masa kini dilakukan untuk menyelundupkan sampah
berselubung filsafat lama dan reaksioner sebagai satu kritisisme pada taktik
oportunisme Plekhanov. [1]
Mencermati
ekonomi politik, harus dicatat pertama-tama bahwa dalam lapisan
"koreksi-koreksi" revisionis memang lebih komprehensif dan melihat
keadaan sekitarnya; daya-upaya dilakukan untuk mempengaruhi publik dengan
"data baru tentang perkembangan ekonomi". Dikatakan bahwa konsentrasi
dan penolakan produksi berskala kecil oleh produksi berskala besar sama sekali
tidak terjadi di pertanian, sementara mereka melakukannya dengan sangat lambat
di bidang perdagangan dan industri. Dikatakan bahwa krisis-krisis kini
amat jarang dan lemah, dan bahwa kartel dan trust memungkinkan modal dapat
menghancurkan mereka seluruhnya. Dikatakan bahwa "teori kehancuran"
yang dihadapi kapitalisme tak disuarakan, mengacu pada aliran antagonisme kelas
sehingga menjadi lembek dan kurang akut. Akhirnya, dikatakan juga bahwa
bukanlah suatu kesalahan untuk mengkoreksi teori nilai Marx, pada persetujuan
dengan Bohm-Bawerk.
Perlawanan dengan
kaum revisionis pada pertanyaan-pertanyaan ini menghasilkan buah kebangkitan
pemikiran teoritis pada sosialisme internasional seperti halnya kontroversi
Engels dengan revisi Dühring 20 tahun sebelumnya. Argumen-argumen kaum
revisionis dianalisa dengan bantuan fakta-fakta yang dibuktikan bahwa kaum
revisionis secara sistematis mewarnai produksi berskala kecil modern dengan
gambar-berwarna merah mawar. Superioritas teknik dan perdagangan produksi
berskala besar terhadap produksi berskala kecil tak hanya terjadi di bidang
industri, tetapi juga di bidang pertanian. Fakta ini tak dapat dibantah. Tetapi
produksi komoditi sangat kurang dikembangkan pada bidang pertanian, dan ekonomi
serta ahli statistik modern, sesuai dengan aturan, tidak terampil dalam menarik
cabang khusus (kadang-kadang terjadi pada operasi) pada bidang pertanian yang
menunjukkan bahwa pertanian secara progresif ditarik ke dalam proses pertukaran
ekonomi dunia. Produksi berskala kecil mempertahankan dirinya pada sisa-sisa
ekonomi alam dengan pola makan yang semakin gawat, dengan kelaparan kronis,
dengan semakin panjangnya jam kerja, dengan pengurangan kualitas dan jumlah
ternak, dengan kata lain, dengan sejumlah metode dimana produksi kerajinan
tangan mempertahankan dirinya melawan manufaktur kapitalis. Setiap kemajuan
ilmu dan teknologi akhirnya dan dengan kejam melemahkan pondasi produksi
berskala kecil di masyarakat kapitalis; dan ini merupakan tugas ekonomi politik
sosialis untuk menyelidiki proses ini dalam segala bentuknya, seringkali rumit dan
penuh intrik, dan untuk mendemonstrasikan kepada penghasil berskala kecil bisa
terus bertahan di bawah kapitalisme, tak ada lagi harapan bagi pertanian petani
di bawah kapitalisme, dan pentingnya para petani mengadopsi titik berdiri kaum
proletar.
Pada pertanyaan
ini, kaum revisionis telah berdosa, dalam sudut padang keilmuan, dengan
generalisasi yang dibuat-buat berdasar pada fakta-fakta yang dipilih secara
sepihak dan tanpa referensi keseluruhan sistem kapitalisme. Dari sudut pandang
politik, mereka berdosa oleh fakta bahwa mereka pada akhirnya, apakah mereka
menginginkan atau tidak, mengundang atau memaksa petani untuk mengadopsi
tingkah laku tuan tanah kecil (seperti misalnya, tingkah laku kaum borjuis)
alih-alih memaksa mereka untuk mengadopsi sudut pandang kaum proletar
revolusioner.
Posisi
revisionisme semakin memburuk seperti dalam hal teori krisis atau teori
kehancuran. Hanya dalam waktu yang sangat singkat dapatkan orang, dan hanya
mereka yang paling berpandangan sempit, memikirkan untuk refashioning pondasi
teori Marx di bawah pengaruh ledakan industri dan kemakmuran dalam beberapa
tahun ini. Realitas kemudian akan semakin jelas bagi kaum revisionis bahwa
krisis bukanlah sesuatu yang ada di masa lalu: kemakmuran diikuti oleh suatu
krisis. Bentuk-bentuk, aliran, gambaran tentang krisis khusus telah berganti,
tetapi krisis tetap komponen akhir dari sistem kapitalis. Sementara menyatukan
produksi, kartel-kartel dan trust pada saat yang sama, dan dengan cara yang
jelas terlihat, memperburuk anarki produksi, ketidakamanan keberadaan kaum
proletar dan kekejaman modal, oleh karenanya meningkatkan antagonisme kelas
hingga ke suatu tingkat yang luar biasa. Bahwa kapitalisme pada akhirnya akan
rontok – baik dalam politik individual dan krisis ekonomi serta kehancuran
total dari seluruh sistem kapitalis – telah dibuat jelas secara khusus, dan
pada suatu trust yang berskala besar, persisnya oleh raksasa trust yang baru.
Krisis keuangan belakangan ini di Amerika dan peningkatan pengangguran ayng
menakutkan di seluruh Eropa, tak mengatakan apa-apa mengenai krisis industrial
yang mendekat dari sejumlah gejala-gejala yang dapat ditunjuk – semua ini
membuat "teori-teori" terkini dari kaum revisionis telah dilupakan
oleh semua orang, termasuk, tampaknya demikian, oleh banyak dari kalangan
mereka sendiri.
Tetapi
pelajaran-pelajaran mengenaik ketidakstabilan para intelektual telah
menyingkirkan hal agar kelas buruh jangan dilupakan.Seperti pada teori nilai,
perlu dikatakan bahwa terpisah dari kekelaman petunjuk dan gerutuan, ala
Bohm-Bawerk, kaum revisionis sama sekali tidak memberi kontribusi absolut, dan
oleh karenanya tidak meninggalkan jejak pada perkembangan pemikiran ilmiah.
Dalam lapisan politik, revisionisme benar-benar mencoba merevisi pondasi
Marxisme, yang umum disebut, doktrin perjuangan kelas. Kebebasan berpolitik,
demokrasi dan pemilihan umum dibuang dari dasar perjuangan kelas – seperti yang
dikatakan kepada kami – dan meminjam proposisi Manifesto Komunis tua yang tak
benar bahwa buruh tak membutuhkan negara. Mereka katakan, sejak "kehendak
mayoritas" gagal dalam suatu demokrasi, orang harusnya tak lagi menganggap
negara sebagai organ penguasa kelas, tak juga menolak aliansi dengan kaum
borjuis progresif, reformis sosialis melawan kaum reaksioner.
Tak dapat dielakkan
bahwa argumen-argumen kaum revisionis ini dimuati oleh pandangan sistem
keseimbangan yang adil, yang biasa disebut, pandangan borjuis liberal yang tua
dan terkenal itu. Kaum liberal selalu mengatakan bahwa parlementarisme borjuis
telah merusak kelas dan divisi kelas, sejak hak untuk memilih dan hak untuk
berpartisipasi dalam pemerintahan suatu negara dibagikan kepada semua warga
negara tanpa perbedaan. Seluruh sejarah Eropa pada paruh kedua abad ke-19, dan
seluruh sejarah revolusi Rusia pada awal abad ke-18, jelas-jelas menunjukkan
pandangan seperti itu sungguh absurd. Perbedaan ekonomis tidak dimoderasi
tetapi ditingkatkan dan diintensifkan di bawah kebebasan kapitalisme
"demokratik". Parlementarisme tidak dihilangkan, tetapi tetap terbaring
sebagai karakter yang inheren bahkan di dalam republik borjuis yang paling
demokratis sebagai organ kelas penindas.
Dengan membantu
untuk mencerahkan dan mengorganisir massa lebih luas hingga tak terukur
daripada mereka yang sebelumnya mengambil bagian secara aktif dalam
peristiwa-peristiwa politik, parlementarisme tidak dibuat untuk penghilangan
krisis dan revolusi politik, tetapi untuk intensifikasi yang maksimum bagi
perang sipil selama revolusi tersebut. Peristiwa-peristiwa di Paris pada musim
semi 1871 dan kejadian-kejadian di Rusia pada musim dingin 1905 menunjukkan
secara jelas bagaimana intensifikasi ini akhirnya muncul. Kaum borjuis Perancis
tanpa babibu membuat suatu perjanjian dengan musuh dari seluruh bangsa, dengan
tentara asing yang telah menghancurkan negaranya, untuk menghancurkan gerakan
proletariat.
Siapa yang tak
dapat memahami dialektika di dalam parlementarisme dan demokrasi borjuis pada
akhirnya – yang memimpin ke satu keputusan tegas dari argumen kekerasan massa
daripada sebelumnya – tak akan pernah dapat memahami basis parlementarisme ini
untuk melakukan agitasi dan propaganda yang konsisten secara prinsip,
sungguh-sungguh mempersiapkan massa kelas buruh untuk berpartisipasi dalam
kemenangan "argumentasi-argumentasi" ini. Pengalaman aliansi-aliasi,
persetujuan-persetujuan, dan blok dengan kaum liberal reformis sosial di Barat
dan dengan kaum reformis liberal (kadet-kadet) dalam revolusi Rusia, telah
secara menyakinkan menunjukkan bahwa persetujuan ini hanya menumpulkan
kesadaran-kesadaran massa, bahwa mereka tak dapat meningkatkan tetapi hanya
melemahkan signifikansi perjuangannya yang aktual, dengan menghubungkan antara
jagoan-jagoan dengan elemen-elemen yang paling tidak mampu berkelahi dan paling
bermasalah dan tak dapat diandalkan. Millerandisme di Perancis – pengalaman
terbesar dalam menerapkan taktik politis revisionis sesungguhnya dalam skala
nasional, luas – telah menjadi satu penilaian praktis dari revisionisme yang
tak akan dilupakan oleh kaum proletar di seluruh dunia.Satu pelengkap alami
terhadap tendensi ekonomi dan politik dari revisionisme adalah sikapnya
terhadap tujuan pamungkas gerakan sosialis. "Gerakanlah yang utama, tujuan
akhir bukanlah apa-apa", frase Bernstein ini menggambarkan substansi
revisionisme dengan baik, bahkan lebih baik daripada pernyataan-pernyataan yang
panjang. Untuk membedakan tindakannya dari kasus per kasus, untuk
mengadaptasinya pada peristiwa sehari-hari dan untuk tetek-bengek dan perubahan
pada politik kecil-kecilan, untuk melupakan kepentingan utama dari kaum
proletariat dan figur dasar dari keseluruhan sistem kapitalis, dari semua
evolusi kapitalis, untuk mengorbankan kepentingan-kepentingan utama ini demi
keunggulan momentum yang nyata atau diasumsikan – seperti kebijakan
revisionisme. Dan ia mengikuti secara paten dari kebijakan yang sangat alamiah
ini bahwa dapat diasumsikan satu varietas bentuk yang tak terbatas, dan setiap
pertanyaan yang lebih atau kurang "baru", setiap peristiwa yang lebih
atau kurang diharapkan dan diduga, bahkan ia mengganti lini dasar dari
perkembangan hanya untuk suatu tingkat yang tak signifikan dan hanya untuk
periode yang sangat pendek, pada akhirnya selalu menjadi alasan untuk
memunculkan salah satu dari berbagai varietas revisionisme.
Revisionisme
ditentukan oleh akar kelasnya di dalam masyarakat modern. Revisionisme adalah
satu fenomena internasional. Seorang sosialis yang paling bodoh pun pasti tidak
akan ragu tentang hubungan antara kaum orthodoks dan Bernsteinian di Jerman,
Guesdis dan Jauresis (dan kini secara khusus Broussis) di Perancis, Federasi
Sosial Demokrat dan Partai Buruh Independen di Great Britain, Brouckere dan
Vandervelde di Belgia, kaum Integralis dan Reformis di Italia, Bolshevik dan
Menshevik di Rusia, di mana saja secara esensial serupa, dengan mengabaikan
varietas yang beragam dari kondisi nasional dan faktor sejarah di negara-negara
saat ini. Dalam kenyataannya, "perpecahan" di dalam gerakan sosialis
internasional saat ini berlanjut pada garis yang sama di semua negara di dunia,
yang menunjukkan pada suatu kemajuan yang dahsyat dibandingkan dengan situasi
30 atau 40 tahun lalu, manakala tren yang heterogen pada berbagai negara
berseteru di dalam satu gerakan sosialis internasional.
Dan bahwa
"revisionisme dari kaum kiri" yang terbentuk di negara-negara Latin
sebagai "sindikalisme revolusioner", juga diadaptasi di dalam
Marxisme, "mengkoreksinya": Labriola di Italia dan Lagardelle di
Perancis seringkali mengutip Marx yang dipahami secara salah dengan pemahaman
yang sifatnya kanan.Kita tak dapat berhenti di sini untuk menganalisa isi
ideologis dari revisionisme ini, yang sampai sejauh ini dari yang telah
dikembangkan hingga ke batas yang sama sebagai revisionisme kaum oportunis: ia
belumlah bersifat internasional, belum juga diuji pada satu perang praktis yang
besar dalam satu partai sosialis di negara manapun. Oleh karena itu, kita
membatasi diri dari "revisionisme dari kanan" seperti yang
digambarkan di atas.
Lantas di mana
letak ketidakterhindarannya dalam masyarakat kapitalis? Mengapa ia lebih subur daripada
perbedaan antara kekhasan nasional dan tingkat-tingkat perkembangan
kapitalisme? Karena dalam setiap negara kapitalis, sejajar dengan proletariat,
selalu terdapat suatu lapisan luas borjuis kecil. Kapitalisme telah dan selalu
timbul dari produksi kecil. Sejumlah "lapis menengah" baru berulang
kali timbul dari kapitalisme (perusahaan pendukung pabrik-pabrik besar, pekerja
di rumah, bengkel-bengkel kecil yang tersebar luas di seluruh negeri untuk
memenuhi kebutuhan industri besar, seperti industri sepeda dan mobil, dll.).
Produsen-produsen kecil ini tak dapat menghindari tersingkir menjadi
proletariat. Tidak mengherankan bahwa pandangan borjuis kecil selalu timbul
dalam partai-partai buruh terbuka. Tidaklah mengherankan bahwa hal ini selalu
terjadi dan akan selalu terjadi, hingga terjadi perubahan nasib yang akan
timbul dalam revolusi proletarian. Adalah suatu kesalahan yang parah bila ada
pikiran bahwa proletarisasi "sepenuhnya" mayoritas penduduk mutlak
perlu untuk menimbulkan revolusi demikian. Yang kini sering kita alami dalam
lingkup ideologi saja, yaitu pertikaian mengenai perbaikan teoretik terhadap
Marx, yang sekarang hanya terjadi pada isu individual dalam gerakan buruh,
sebagai perbedaan taktis dengan kaum revisionis dan perpecahan-perpecahan pada
tingkatan ini – akan dialami oleh kelas buruh pada suatu tingkatan yang jauh
lebih tinggi ketika revolusi proletarian akan mempertajam semua isu yang
dipertikaikan, akan memfokuskan semua perbedaan pada poin-poin yang terpenting
dalam menentukan tindakan-tindakan massa, dan menjadikan hal penting dalam
panasnya pertikaian untuk membedakan lawan dari kawan, dan untuk menyingkirkan
sekutu-sekutu yang buruk untuk dapat memberikan pukulan yang menentukan kepada
lawan.Ya, perjuangan ideologis ini dilakukan oleh Marxisme revolusioner
terhadap revisionisme pada akhir abad ke-19, namun ini suatu awal pertempuran
revolusioner yang besar dari kaum proletariat, yang maju untuk meraih
kemenangan mutlak dari penyebabnya di samping semua keloyoan dan kelemahan kaum
borjuis kecil.
Catatan:
[1]
Lihat Studies in the Philosophy of Marxism oleh Bogdanov, Bazarov dkk. Ini
bukan
tempat mendiskusikan buku tersebut, dan saya harus membatasi sekarang ini kapan
saya akan menyampaikan bahwa dalam waktu dekat saya akan membuktikannya dalam
satu seri artikel, atau dalam sebuah pamflet yang berbeda, bahwa semua yang
saya katakan di atas tentang kaum revisionis neo-Kantian secara esensial
diterapkan juga terhadap neo-Humis yang "baru" dan revisionis
neo-Berkeleyan.
0 komentar:
Posting Komentar