photo Nirwana-Bannerm_zpsfb61fe90.jpg

Jumat, Januari 11, 2013
0


Manajemen Konflik

Realita kehidupan tidak pernah selalu berjalan dengan mulus sesuai dengan yang diharapkan. Banyak faktor yang mempengaruhi baik buruknya kualitas hubungan antar manusia. Konflik, yang menurut kamus besar bahasa Indonesia berarti percekcokan, pertentangan, atau perselisihan, merupakan salah satu penyebab tidak harmonisnya human relations. Namun demikian konflik adalah suatu hal yang tidak bisa tidak akan selalu ada di mukabumi ini, selama di dalamnya masih terdapat makhluk hidup yang memiliki nafsu. 
Demi menciptakan suatu hubungan yang baik, kondusif dalam mewujudkan suatu "tujuan tertentu" maka ibarat hukum kekekalan energi, "…..bahwa energi tidak dapat dimusnahkan, tetapi dapat dirubah kedalam bentuk lain", konflik pun dapat diarahkan sebagai suatu khasanah yang justru bisa mendukung pada terciptanya suatu tujuan. Sedangkan manajemen menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah "proses penggunaan sumber daya secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan". Karenanya, konflik sebenarnya tidak perlu sampai mengganggu apalagi melumpuhkan jalannya fungsi-fungsi. Konflik yang fungsional (yang di manage dengan baik) justeru dapat menimbulkan motivasi yang lebih untuk unggul dan lebih kreatif, konflik itu bisa berbentuk persaingan yang sehat antarpribadi maupun antarkelompok. Konflik fungsional juga dapat membantu seseorang untuk mengembangkan kepribadiannya, rasa tanggung jawab, atau standar prestasi intern, suatu dorongan untuk unggul, kreativitas individu dan perasaan otonomi.
Untuk dapat me-manage dengan baik, maka perlu diketahui akar permasalah dari timbulnya konflik tersebut. Menurut Udai Pareek dalam Perilaku Organisasi: Kearah Proses Komunikasi Antarpribadi dan Motivasi Kerja", setidaknya ada 7 (tujuh) sumber konflik antarpribadi maupun antarkelompok, antara lain tampak dalam tabel dibawah ini, beserta persepsi dari para anggotanya. 

1
2
3
4
5
SumberKonflik Potensial
Persepsi dalam Konflik Cara Peningkatan
Orientasi yang
Dihasilkan
Perspektif dalam KonflikPencegahan dan Penyelesaian
Orientasi yang Dihasilkan
Perhatian Pada Diri (self)
Sempit (sendiri)
Perpektif Jangka Pendek
Lebih Luas
Perspektif Jangka Panjang
Berbagai Tujuan
Bertentangan
Individualistis
Melengkapi
Super Ordinat
Soal-soal Sumber Daya
Terbatas
Berkelahi
Dapat Dikembangkan
Saling Membagi
Soal Kekuasaan
Terbatas
Tidak Ada Kepercayaan
Dapat Dibagi
Kepercayaan
Ideologi yang Berbeda
Bertentangan
Membuat Stereotipe
Beranekaragam
Mengerti
Beranekaragam
Norma
Harus Seragam
Tidak Toleran
Bermacam-macam & Berkembang
Toleransi
Hubungan
Tergantung
Dominasi/Tunduk
Saling Tergantung
Empati & Kerjasama

            Tabel diatas merupakan gambaran Beberapa Kemungkinan Sumber Perselisihan dalam Suatu Kelompok dan Persepsi Para Anggota Kelompok, dimana kolom 2 dan 4 memperlihatkan bagaimana para anggota kelompok menanggapi berbagai sumber konflik masing-masing dengan 2 cara : peningkatan konflik dan penyelesaian konflik.

Teori-teori mengenai berbagai penyebab konflik*
Teori Hubungan Masyarakat
Menganggap bahwa konflik disebabkan oleh polarisasi yang terus terjadi, ketidakpercayaan dan permusuhan di antara kelompok yang berbeda dalam suatu masyarakat. Sasaran yang ingin dicapai teori ini adalah:
• Meningkatkan komunikasi dan saling pengertian antara kelompok-kelompok yang mengalami konflik.
• Mengusahakan toleransi dan agar masyarakat lebih bisa saling menerima keragaman yang ada di dalamnya.
  
Teori Negosiasi Prinsip
Menganggap bahwa konflik disebabkan oleh posisi-posisi yang tidak selaras dan perbedaan pandangan tentang konflik oleh pihak-pihak yang mengalami konflik. Sasaran yang ingin dicapai teori ini adalah:
• Membantu pihak-pihak yang mengalami konflik untuk memisahkan perasaan pribadi dengan berbagai masalah dan isu, dan memampukan mereka untuk melakukan negosiasi berdasarkan kepentingan-kepentingan mereka daripada posisi tertentu yang sudah tetap.
• Melancarkan proses pencapaian kesepakatan yang menguntungkan kedua belah pihak atau semua pihak.

Teori Kebutuhan Manusia
Berasumsi bahwa konflik yang berakar dalam disebabkan oleh kebutuhan dasar manusia – fisik, mental, dan sosial – yang tidak terpenuhi atau dihalangi. Keamanan, identitas, pengakuan, partisipasi, dan otonomi sering merupakan inti pembicaraan. Sasaran yang ingin dicapai teori ini adalah:
• Membantu pihak-pihak yang mengalami konflik untuk mengidentifikasi dan mengupayakan bersama kebutuhan mereka yang tidak terpenuhi, dan menghasilkan pilihan-pilihan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan itu.
• Agar pihak-pihak yang mengalami konflik mencapai kesepakatan untuk memenuhi kebutuhan dasar semua pihak.
 
Teori Identitas
Berasumsi bahwa konflik disebabkan karena identitas yang terancam, yang sering berakar pada hilangnya sesuatu atau penderitaan di masa lalu yang tidak diselesaikan. Sasaran yang ingin dicapai teori ini adalah:
• Melalui fasilitas lokakarya dan dialog antara pihak-pihak yang mengalami konflik mereka diharapkan dapat mengidentifikasi ancaman-ancaman dan ketakutan yang mereka rasakan masing-masing dan untuk membangun empati dan rekonsiliasi di antara mereka.
• Meraih kesepakatan bersama yang mengakui kebutuhan identitas pokok semua pihak.
 
Teori Kesalahpahaman Antarbudaya
Berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh ketidak cocokan dalam cara-cara komunikasi di antara berbagai budaya yang berbeda. Sasaran yang ingin dicapai teori ini adalah:
• Menambah pengetahuan pihak-pihak yang mengalami konflik mengenai budaya pihak lain.
• Mengurangi stereotip negatif yang mereka miliki tentang pihak lain.
• Meningkatkan keefektifan komunikasi antarbudaya.
 
Teori Transformasi Konflik
Berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh masalah-masalah ketidaksetaraan dan ketidakadilan yang muncul sebagai masalah-masalah sosial, budaya dan ekonomi. Sasaran yang ingin dicapai teori ini adalah:
• Mengubah berbagai struktur dan kerangka kerja yang menyebabkan ketidaksetaraan dan ketidakadilan, termasuk kesenjangan ekonomi.
• Meningkatkan jalinan hubungan dan sikap jangka panjang di antara pihak-pihak yang mengalami konflik.
• Mengembangkan berbagai proses dan sistem untuk mempromosikan pemberdayaan, keadilan , perdamaian, pengampunan , rekonsiliasi dan pengakuan.

Keterangan:

1. Perhatian terhadap diri sendiri

            Konflik mungkin terjadi jika perhatian utama para anggota kelompok diarahkan pada diri sendiri.  Akibatnya, perspektif mereka menjadi sempit dan orientasi mereka jangka pendek. Kelompok akan tetap berkonflik kecuali jika para anggotanya dapat memperluas perspektif mereka, yang disebut dengan tujuan super ordinat, yaitu tujuan yang amat penting bagi para anggota kelompok dan dapat dicapai bila para anggota kelompok itu bekerjasama.

 

2. Berbagai Tujuan

            Konflik juga dapat terjadi jika para anggota kelompok merasakan tujuan mereka saling bertentangan.  Daripada bersikap individualistis dengan lebih mementingkan kepentingan pribadi, para anggota kelompok hendaknya berusaha untuk mencapai beberapa tujuan sekaligus.   Hal ini sebenarnya tidaklah sukar, karena tujuan-tujuan itu sering saling melengkapi, asalkan bisa berpikir jernih dan tidak memaksakan kehendak. Beberapa orang harus bersedia untuk menangguhkan tujaunnya demi kepentingan kelompok.

 

3. Soal-Soal Sumber Daya

            Kesukaran membagi sumber daya yang tersedia.  Para anggota kelompok merasakan keterbatasan sumber daya dan cenderung untuk memperjuangkan siapa harus mendapatkan apa.  Tetapi, jika para anggota kelompok sadar bahwa sumber daya dapat diperluas atau dikembangkan, tenaga para anggota dapat digunakan dalam usaha untuk membaginya, dan menikmatinya bersama.

 

4. Soal Kekuasaan

            Kekuasaan juga sering dirasakan terbatas. Hal ini dapat menyebabkan kurangnya kepercayaan diantara para anggota dan menimbulkan konflik.  Jika kedudukan ketua - sebagai penguasa dianggap dapat dibagi, bisa jadi kepercayaan di antara para anggota akan tumbuh dan benar-benar menambah kekuasaan semua anggota.

 

5. Ideologi yang Berbeda-beda

            Stereotipe bisa muncul salahsatunya karena adanya konflik ideologi dalam suatu kelompok, dimana dan orang-orang akan memainkan “peranan”  mereka masing-masing, dan bukannya bekerjasama demi kebaikan keseluruhan.  Jika para anggota dapat menerima gagasan bahwa ideologi dapat beranekaragam dan bahwa tiap-tiap orang dapat bekerjasama meskipun berlainan ideologi, hal ini akan menyebabkan adanya pengertian.

 

6. Beranekaragam Norma

            Banyak kelompok bekerja untuk mencapai norma-norma atau standar perilaku yang seragam, namun harapan akan keseragaman dapat menimbulkan sikap yang tidak toleran terhadap perbedaan.  Jika para anggota kelompok menyadari bahwa selalu terdapat bermacam-macam norma pada permulaan kehidupan kelompok dan bahwa pada waktunya beberapa norma umum akan berkembang bersama, maka mereka dapat belajar bersikap toleran terhadap bermacam-macam norma, yang akan mendorong pada tercapainya tujuan-tujuan kelompok.

 

7. Hubungan

            Dalam kelompok antarbudaya, yang menjadi sumber konflik adalah hubungan interpersonal antara satu dengan lainnya dalam suatu struktur yang hierarkis.  Saat orang merasa nyaman-nyaman saja mendapat peran bawahan, yang orang lain berjuang keras untuk memperoleh kedudukan yang berkuasa.  Harapan agar orang lain menjadi bawahan sering menyebabkan konflik.  Perlu ditentukan terlebih dahulu bagi tiap anggota sebelum kelompok mulai bekerja.  Jika hubungan dianggap saling tergantung, akan lebih besar kemungkinannya orang merasa empati satu sama lain dan akan bekerjasama dalam menyelesaikan persoalan.
Secara singkat dapat dikatakan bahwa untuk mengatasi konflik perlu dilakukan cara-cara:
-  Menghindari persoalannya
-  Mendekati persoalannya dan berusaha mencapai suatu penyelesaian
-  Mencairkan (defuse) keadaan dan bersama-sama berusaha menyelesaikan persoalan
Sikap-sikap ini dapat diletakkan dlam suatu rangkaian kesatuan mulai dari penghindaran sampai pendekatan

Delapan Gaya Manajemen Konflik


Para anggota kelompok cenderung untuk memupuk pandangan “kita” lawan “mereka” dalam suatu konflik.  Kadang-kadang kelompok “luar” dianggap bertentangan dengan kepentingan kelompok “dalam”.  Jika kelompok luar dianggap suka berkelahi, konflik seolah-olah menjadi tidak dapat dihindarkan.  Tetapi jika kelompok itu hanya dianggap tidak memihak atau bingung, dapat dihadapi dengan 2 cara berlainan :
-  dianggap keterlaluan (dalam hal mana tidak ada harapan untuk penyelesaian) atau
-  dianggap dapat diajak bicara (dalam hal mana masih mungkin ada penyelesaian).
Diantara 8 gaya manajemen konflik tersebut antara lain:perkelahian, arbitrasi, kompromi, perundingan, pasrah, isolasi, menarik diri, atau pun menyembunyikan.

Teknik Pendekatan dalam Menangkal Konflik

Terdapat beberapa teknik pendekatan dalam menangkal konflik antara lain:
            Mengadakan pendekatan atas konflik dapat mengambil bentuk agresif atau bentuk yang lebih positif.
·        Jika kelompok “dalam” menganggap kelompok “luar” bertentangan kepentingannya dan keterlaluan, maka para anggota kelompok dapat memilih cara berkelahi untuk mendapatkan penyelesaian yang menguntungkan mereka.
·        Jika kelompok luar dianggap menghendaki perdamaian, tetapi masih bersikap keterlaluan, akan diusahakan cara untuk kompromi.  Kedua kelompok kemudian akan membagi keuntungan, tetapi tidak diperolehpenyelesaian untuk konflik itu.
·        Sebaliknya, jika kelompok luar dianggap suka berkelahi, tetapi tidak keterlaluan, mungkin akan diusahakan suatu arbitrasi oleh pihak ketiga untuk menaksir keadaan secara objektif.  Perselisihan tidak terselesaikan, namun ditunda untuk beberapa waktu.
·        Penyelesaian yang paling memuaskan hanya daapt timbul jika kedua kelompok itu menghadapi masalahnya melalui perundingan.

Gaya Perundingan : Menuju Penyelesaian Konflik


            Perundingan sebagai cara menyelesaikan konflik merupakan gaya yang paling dewasa.  Perundingan hanya mungkin dilakukan jika kelompok luar dianggap menghendaki perdamaian dan dapat diajak bicara.  Perundingan memerlukan interaksi dan dialog terus-menerus antarkelompok untuk menemukan suatu penyelesaian maksimal yang menguntungkan kedua belah pihak.  Melalui perundingan, kepentingan bersama dipenuhi dan ditentukan penyelesaian yang paling memuaskan.  Gaya perundingan untuk memanajemeni konflik dapat digambarkan dalam beberapa langkah.  Langkah-langkah tersebut diuraikan berikut ini secara berurutan, tetapi urutannya tidak perlu diikuti secara tepat.
1.      Pencairan
Dua kelompok yang sedang berkonflik mungkin “beku” dalam suatu hubungan yang stereotipe.  Kecuali jika harga-harga dan pola-pola dalam hubungan ini dicairkan, tidaklah mungkin diadakan suatu aksi menuju perundingan.  Untuk menjadikan suasana lebih lunak, para anggota  kelompok dapat membangkitkan citra yang mereka punyai tentang para anggota kelompok sendiri dan para anggota kelompok lainnya.  Perundingan yang terjadi dapat memberikan peluang bagi para anggota kedua kelompok  itu untuk mengungkapkan banyak hal yang kalau tidak demikian tidak mungkin mereka katakan.  Atau, para anggota dari kedua kelompok dapat dicampur untuk membicarakan beberapa masalah.  Dengan cara demikian, orang-orang akan menambah pengertian mereka tentang perspektif masing-masing.
2.      Keterbukaan
Para anggota kelompok mungkin tertutup satu sama lain dan mungkin memerlukan pengembangan norma-norma untuk mengemukakan segi pandangan yang berbeda atau berbagai alternatif, tanpa takut akan akibatnya.  Keterbukaan biasanya paling sulit, jika konflik itu melibatkan soal-soal kritis dan suasananya emosional.  Namun keterbukaan bahkan lebih penting lagi pada waktu-waktu itu.
3.      Belajar Empati
Para anggota kelompok mungkin hanya melihat segi pandangan mereka sendiri, tetapi dapat memperoleh empati orang lain dengan mengetahui keprihatinan utama mereka, kecemasan mereka, atau tujuan mereka.  Saling pengertian dan pemahaman seperti itu dapat membantu orang-orang untuk memperoleh pengertian baru tenatng diri mereka sendiri dan tenatng orang lain.
4.      Mencari Tema Bersama
Kelompok-kelompok yang terlibat dalam konflik dapat dibantu mencapai tujuan-tujuan bersama atau bidang-bidang lain yang saling isi dengan membuat daftar harapan, kecemasan, persepsi, tujuan mereka, dan sebagainya.
5.      Menghasilkan Alternatif
Setelah kelompok-kelompok itu menyadari perpektif yang satu dengan yang lain, mereka dapat menghasilkan beberapa alternatif untuk menyelesaikan beberapa dari persoalan mereka.  Jika kedua kelompok ikut serta menyusun berbagai alternatif, mungkin akan merasa sama-sama bertanggung jawab untuk menemukan suatu penyelesaian.
6.      Menanggapi Berbagai Alternatif
Setelah beberapa alternatif disusun, para anggota kedua kelompok hendaknya mempelajarinya dan memberikan tanggapan mereka.  Harus diadakan segala usaha untuk melihat persoalan secara positif, cara yang mengarah pada penyelesaian persoalan.  Hendaknya dihindari penolakan mentah-mentah dari alternatif itu, tetapi semuanya hendaknya dibicarakan oleh seluruh kelompok demi kejelasan dan pemikiran bersama.
7.      Mencari Penyelesaian
Sejumlah alternatif daapt dijelajahi secara mendalam oleh kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari beberapa anggota dari kedua kelompok besar.  Kelompok-kelompok kecil itu daapt mencaapi konsensus atas suatu penyelesaian, lalu melapor kepada kelompok yang lebih besar.  Karena banyak segi pandangan diwakili dalam sub kelompok itu, mereka mungkin akan datang dengan beberapa kemungkinan alternatif.
8.      Membuka Jalan Buntu
Kadang-kadang kelompok-kelompok yang kecil itu begitu terlibat secara emosional sehingga mereka tidak dapat berpikir konstruktif menuju penyelesaian sendiri.  Dalam hal demikian, pihak ketiga yang objektif dan berpengalaman dengan masalah seperti itu dapat diikutsertakan.
9.      Mengikat Diri kepada Penyelesaian di dalam Kelompok
Setelah dihasilkan penyelesaian oleh sub-sub kelompok, kelompok-kelompok dapat memperdebatkan dan mempertimbangkan penyelesaian ini dan mengikatkan diri pada penyelesaian itu.  Keterbukaan di antara para anggota kelompok akan membantu adanya keikatan yang sungguh-sungguh.  Semua keragu-raguan harus dihilangkan dan dikesampingkan pada titik ini.
10.  Mengikat Seluruh Kelompok
Tahap akhir dari suatu penyelesaian konflik adalah penerimaan kedua kelompok bersama-sama atas suatu penyelesaian,  dan secara terbuka menyatakan keikatan mereka untuk melaksanakannya.  Para anggota kelompok dapat saling memberitahukan mekanisme yang akan mereka tempuh untuk mengadakan tindakan lanjutan terhadap keikatan itu.  Pada titik ini juga dapat diadakan persiapan bagi tinjauan bersama atas masalah-masalah yang masih tertinggal di kemudian hari.
            Menyelesaikan konflik melalui perundingan memerlukan usaha yang terus-menerus dari semua pihak.  Untuk membangun suasana perundingan bergantung kepada usaha para anggota kedua kelompok untuk mengembangkan berbagai keterampilan kelompok mereka sendiri.  Proses perundingan itu sendiri menyumbang kepada perkembangan kelompok itu. 
Proses yang sulit, tetapi sangat berguna
 
Partisipasi dan Kerjasama : Menuju Pencegahan Konflik

            Mencegah konflik juga merupakan cara pendekatan.  Pencegahan berarti menaksir kemungkinan adanya penyebab konflik, dan mengambil tindakan segera untuk mengubahnya menjadi daya positif demi pengertian dan kerjasama yang lebih baik.  Dua strategi utama mencegah konflik diperikan berikut ini :
·        Siapapun yang bersangkutan dalam suatu tugas bersama harus ikut serta berusaha mengurangi biang konflik.  Bilamana timbul persoalan, semua orang harus ikut serta menemukan penyelesaian alternatif.  Partisipasi seperti itu, dan rasa tanggung jawab bersama untuk mendapatkan penyelesaian membantu mencegah konflik.  Penyelesaian yang dicapai melalui pengambilan putusan partisipatif mungkin lebih pragmatis dan mudah diterima daripada putusan yang datangnya dari atas.  Kelompok-kelompok yang mewakili berbagai tingkat orang dapat dibentuk untuk menangkal keluhan, norma-norma kerja dan penyimpangan daripadanya,  prosedur-prosedur penilaian individu, kriteria prestasi dan sebagainya, sebelum persoalan-persoalannya timbul, atau mencegah konflik yang tidak sehat.
·        Tekanan pada kerjasama dan pembinaan kelompok juga membantu mengubah kemungkinan biang konflik menjadi positif untuk kerjasama.  Tekanan utama atas kerjasama perencanaan strategi guna mencapai tujuan, melalui kerjasama.
Melihat model-model gaya dari Manajemen Konflik diatas, tampak bahwa sesungguhnya pula konflik dapat digunankan dalam mengarahkan pada tercitanya suatu tujuan, asalkan terhadap konflik ini dilakukan manajemen konflik yang tepat dengan situasi dan kondisinya.
 
*  Referensi :
*      Organisasi :Pedoman Ke arah Pemahaman Proses Komunikasi Antarpribadi dan Motivasi Kerja, Udai Pareek. 1991. Pustaka Binaman Pressindo. Jakarta
*      Komnasham
*      Tempo

0 komentar:

Posting Komentar