Senin, 31 Desember 2012

W.S. Rendra Orang-Orang Miskin

Orang-Orang Miskin
Oleh : W.S. Rendra
Orang-orang miskin di jalan,
yang tinggal di dalam selokan,
yang kalah di dalam pergulatan,
yang diledek oleh impian,
janganlah mereka ditinggalkan.
Angin membawa bau baju mereka.
Rambut mereka melekat di bulan purnama.
Wanita-wanita bunting berbaris di cakrawala,
mengandung buah jalan raya.
Orang-orang miskin. Orang-orang berdosa.
Bayi gelap dalam batin. Rumput dan lumut jalan raya.
Tak bisa kamu abaikan.
Bila kamu remehkan mereka,
di jalan  kamu akan diburu bayangan.
Tidurmu akan penuh igauan,
dan bahasa anak-anakmu sukar kamu terka.
Jangan kamu bilang negara ini kaya
karena orang-orang berkembang di kota dan di desa.
Jangan kamu bilang dirimu kaya
bila tetanggamu memakan bangkai kucingnya.
Lambang negara ini mestinya trompah dan blacu.
Dan perlu diusulkan
agar ketemu presiden tak perlu berdasi seperti Belanda.
Dan tentara di jalan jangan bebas memukul mahasiswa.
Orang-orang miskin di jalan
masuk ke dalam tidur malammu.
Perempuan-perempuan bunga raya
menyuapi putra-putramu.
Tangan-tangan kotor dari jalanan
meraba-raba kaca jendelamu.
Mereka tak bisa kamu biarkan.
Jumlah mereka tak bisa kamu mistik menjadi nol.
Mereka akan menjadi pertanyaan
yang mencegat ideologimu.
Gigi mereka yang kuning
akan meringis di muka agamamu.
Kuman-kuman sipilis dan tbc dari gang-gang gelap
akan hinggap di gorden presidenan
dan buku programma gedung kesenian.
Orang-orang miskin berbaris sepanjang sejarah,
bagai udara panas yang selalu ada,
bagai gerimis yang selalu membayang.
Orang-orang miskin mengangkat pisau-pisau
tertuju ke dada kita,
atau ke dada mereka sendiri.
O, kenangkanlah :
orang-orang miskin
juga berasal dari kemah Ibrahim

Yogya, 4 Pebruari 1978
Potret Pembangunan dalam Puisi

Jumat, 28 Desember 2012

Bersatulah Pelacur-Pelacur Kota Jakarta


Bersatulah Pelacur-Pelacur Kota Jakarta

Pelacur-pelacur Kota Jakarta
Dari kelas tinggi dan kelas rendah
diganyang
Telah haru-biru
Mereka kecut
Keder
Terhina dan tersipu-sipu
Sesalkan mana yang mesti kau sesalkan
Tapi jangan kau lewat putus asa
Dan kaurelakan dirimu dibikin korban

Wahai pelacur-pelacur kota Jakarta
Sekarang bangkitlah
Sanggul kembali rambutmu
Karena setelah menyesal
Datanglah kini giliranmu
Bukan untuk membela diri melulu
Tapi untuk lancarkan serangan
Karena
Sesalkan mana yang mesti kau sesalkan
Tapi jangan kaurela dibikin korban

Sarinah
Katakan kepada mereka
Bagaimana kau dipanggil ke kantor menteri
Bagaimana ia bicara panjang lebar kepadamu
Tentang perjuangan nusa bangsa
Dan tiba-tiba tanpa ujung pangkal
Ia sebut kau inspirasi revolusi
Sambil ia buka kutangmu

Dan kau Dasima
Khabarkan pada rakyat
Bagaimana para pemimpin revolusi
Secara bergiliran memelukmu
Bicara tentang kemakmuran rakyat dan api revolusi
Sambil celananya basah
Dan tubuhnya lemas
Terkapai disampingmu
Ototnya keburu tak berdaya

Politisi dan pegawai tinggi
Adalah caluk yang rapi
Kongres-kongres dan konferensi
Tak pernah berjalan tanpa kalian
Kalian tak pernah bisa bilang ‘tidak’
Lantaran kelaparan yang menakutkan
Kemiskinan yang mengekang
Dan telah lama sia-sia cari kerja
Ijazah sekolah tanpa guna

Para kepala jawatan
Akan membuka kesempatan
Kalau kau membuka kesempatan
Kalau kau membuka paha
Sedang diluar pemerintahan

Perusahaan-perusahaan macet
Lapangan kerja tak ada
Revolusi para pemimpin
Adalah revolusi dewa-dewa
Mereka berjuang untuk syurga
Dan tidak untuk bumi
Revolusi dewa-dewa
Tak pernah menghasilkan
Lebih banyak lapangan kerja
Bagi rakyatnya

Kalian adalah sebahagian kaum penganggur yang mereka ciptakan
Namun
Sesalkan mana yang kau kausesalkan
Tapi  jangan kau lewat putus asa
Dan kau rela dibikin korban

Pelacur-pelacur kota Jakarta
Berhentilah tersipu-sipu
Ketika kubaca di koran
Bagaimana badut-badut mengganyang kalian
Menuduh kalian sumber bencana negara
Aku jadi murka
Kalian adalah temanku
Ini tak bisa dibiarkan
Astaga
Mulut-mulut badut
Mulut-mulut yang latah bahkan seks mereka politikkan
Saudari-saudariku
Membubarkan kalian
Tidak semudah membubarkan partai politik
Mereka harus beri kalian kerja
Mereka harus pulihkan darjat kalian
Mereka harus ikut memikul kesalahan

Saudari-saudariku. Bersatulah
Ambillah galah
Kibarkan kutang-kutangmu dihujungnya
Araklah keliling kota
Sebagai panji yang telah mereka nodai
Kinilah giliranmu menuntut
Katakanlah kepada mereka

Menganjurkan mengganyang pelacuran
Tanpa menganjurkan
Mengahwini para bekas pelacur
Adalah omong kosong

Pelacur-pelacur kota Jakarta
Saudari-saudariku
Jangan melulur keder pada lelaki
Dengan mudah
Kalian bisa telanjangi kaum palsu
Naikkan tarifmu dua kali
Dan mereka akan klabakan
Mogoklah satu bulan
Dan mereka akan puyeng
Lalu mereka akan berzina
Dengan isteri saudaranya.


RENDRA

(sumber Buku Puisi-puisi Rendra terbitan Dewan Bahasa dan Pustaka)

Mengenal Dunia Jurnalistik


Mengenal Dunia Jurnalistik


Pengertian Jurnalistik
Secara etimologis, jurnalistik terambil dari bahasa Inggris journalistic, yang berasal dari kata journal atau du jour (bahasa Prancis). Artinya catatan atau berita harian, dimana segala berita pada hari itu termuat dalam lembaran (kertas yang tercetak).
Dari segi kegiatannya, jurnalistik adalah kegiatan kewartawanan dalam mencari, menyusun, menulis, menyunting, dan menerbitkan (mempublikasikan) berita di media massa (baik media massa cetak maupun elektronik).
Kamus istilah jurnalistik, terbitan Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta, tahun 2003 mendefinisikan jurnalistik dengan: suatu seni kejujuran yang bersangkutan dengan pemberitaan dan persuratkabaran. Makna senada juga terdapat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia. Di sana ditulis, jurnalistik adalah yang bersangkutan dengan kewartawanan dan persuratkabaran.
Di samping jurnalistik atau jurnalisme dikenal pula istilah pers (press). Dalam pengertian sempit, pers adalah publikasi secara tercetak (printed publication), melalui media cetak, baik suratkabar, majalah, buletin, dsb. Pengertian ini kemudian meluas sehingga mencakup segala penerbitan, bahkan yang tidak tercetak sekalipun, misalnya publikasi melalui media elektronik semacam radio dan televisi.
Dengan begitu istilah pers juga dipergunakan kepada jurnalistik. Hanya saja, istilah pers lebih sering dipakaikan kepada lembaga yang melakukan kegiatan jurnalistik itu. Drs. Totok Djurato, M.Si. menuliskan bahwa pers lebih dikenal sebagai "Lembaga Kemasyarakatan" (social institution).

Sejarah Jurnalistik
Dalam bentuknya yang paling awal, kegiatan jurnalistik dapat kita telusuri sejak zaman peradaban Romawi-Yunani Kuno, dimana cikal bakal surat kabar yang bernama "Acta Diurna" pernah diterbitkan. Berita-berita dan pengumuman ditempelkan Acta Diurna di pusat kota yang kala itu disebut  "Forum Romanum". Atau bahkan lebih awal lagi sejak zaman peradaban Sumeria-Babilonia di lembah sungai Tigris dan Euprat (Irak-Iran).
Kegiatan Perekaman dan penyebaran informasi melalui tulis-menulis, semakin meluas sejak masyarakat peradaban Mesir menemukan teknik pembuatan kertas dari serat tumbuhan Phapyrus. Oleh karena itulah kertas dalam bahasa Inggris sekarang disebut paper.
Bentuk tulisan yang pertama berkembang adalah reportase (to report = melaporkan). Peninggalan karya jurnalistik tertua (1.500 SM), berupa manuskrip berhuruf hieroglyph di atas daun papyrus (paper = kertas) dan relief dinding batu di salah satu kuil di Mesir. Isi manuskrip adalah perjalanan seorang Raja Mesir (Fira’un) untuk menaklukkan kota Megido (sekarang Lebanon). Pada jaman Julius Caesar (Romawi, 100 - 44 SM), laporan pandangan mata dari medan perang ditulis dan dipasang secara periodik di papan pengumuman di kota.
Pada zaman-zaman selanjutnya, peradaban Cina, India, dan Arab berperan sangat maju dalam pengembangan dunia tulis-menulis ilmiah dan budaya baca-tulis masyarakatnya, sehingga peradabannya dapat berkembang sedemikian majunya memimpin peradaban dunia pada masa itu.
Pada perkembangan selanjutnya, dunia tulis-menulis dan jurnalisme-pers semakin maju dan meluas, setelah ditemukannya mesin cetak oleh Johannes Guttenberg pada abad ke-15 M. Sejak itu berkembanglah penerbitan buku. Selain buku juga terbit media berkala secara periodik dan dicetak massal untuk dijual ke masyarakat luas. Bersamaan dengan berkembangnya media massa cetak, berkembang pulalah ilmu jurnalistik.
Berita (News)


Pengertian Berita
Lalu, apa itu berita? Berita (news) adalah laporan mengenai suatu peristiwa atau kejadian yang terbaru (aktual); laporan mengenai fakta-fakta yang aktual, menarik perhatian, dinilai penting, atau luar biasa.
"News" sendiri mengandung pengertian yang penting, yaitu dari kata "new" yang  artinya adalah "baru". Jadi, berita harus mempunyai nilai kebaruan atau selalu mengedepankan aktualitas. Dari kata "news" sendiri, kita bisa menjabarkannya dengan "north", "east", "west", dan "south". Bahwa si pencari berita dalam mendapatkan informasi harus dari keempat sumber arah mata angin tersebut.

Nilai Berita (News Value)
News Value ibaratnya adalah timbangan atau takaran untuk mengetahui seberapa bobot obyek berita yang hendak dilaporkan. Setiap harinya, kita menjumpai sekian banyak peristiwa/kasus, tapi tentu tidak keseluruhannya kita angkat menjadi sebuah berita. Selain karena pertimbangan energi dan biaya, juga karena jumlah space yang terbatas di media kita. Untuk itulah perlu menimbang dan menakar bobotnya terlebih dahulu. Mana di antara sekian banyak peistiwa/kasus yang kita anggap paling menarik, itulah yang akan kita pilih menjadi berita.
Apakah semua peristiwa layak dijadikan berita? Untuk menjawab pertanyaan ini, ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi untuk menjadi berita, antara lain:

1.   Penting. Pengesahan RUU Sisdiknas adalah penting, karena menyangkut kepentingan rakyat banyak, yang menjadi pembaca media bersangkutan. Maka layak jadi berita. Ini juga relatif tergantung dari khalayak pembaca yang dituju.
2.   Aktual/Baru terjadi, bukan peristiwa lama. Peristiwa yang telah terjadi pada 10 tahun yang lalu jelas tidak bisa jadi berita. Apa saja perubahan penting yang terjadi dan dianggap berarti.
3.   Unik, bukan sesuatu yang biasa. Seorang mahasiswa yang kuliah tiap hari adalah peristiwa biasa. Tetapi jika mahasiswa berkelahi dengan dosen di dalam ruang kuliah, itu luar biasa.
4.   Asas keterkenalan/ketokohan. Kalau mobil anda ditabrak mobil lain, tidak pantas jadi berita. Tetapi kalau mobil yang ditumpangi putri Diana ditabrak mobil lain, itu jadi berita dunia.
5.   Asas kedekatan. Asas kedekatan ini bisa diukur secara geografis maupun kedekatan emosial. Banjir di Cina yang telah menghanyutkan ratusan orang, masih kalah nilai beritanya dibandingkan banjir yang melanda Jakarta, karena lebih dekat dengan kita.
6.   Magnitude. Demonstrasi yang dilakukan oleh 10.000 mahasiswa tentu lebih besar magnitudenya dibanding demonstrasi oleh 100 mahasiswa.
7.   Trend. Sesuatu bisa menjadi berita ketika menjadi kecenderungan yang meluas dimasyarakat. Misalnya, sekarang orang mudah marah dan mudah membunuh pelaku kejahatan kecil (pencuri, pencopet) dengan cara dibakar hidup-hidup.
8.  Konflik. Informasi yang menggambarkan pertentangan antar manusia, bangsa dan negara atau segala sesuatu yang mengandung unsur atau sarat dengan dimensi pertentangan itu perlu dilaporkan kepada khalayak. Dengan begitu khalayak mudah untuk mengambil sikap.
9.  Kemajuan. Informasi tentang kemajuan ilmu pengatahuan dan teknologi senantiasa perlu dilaporkan kepada khalayak. Dengan demikian, khalayak mengetahui kemajuan peradapan menusia. Penting Informasi yang penting bagi khalayak dalam rangka menjalani kehidupan mereka sehari-hari perlu segera dilaporkan kepada khalayak.
10. Manusiawi. Informasi yang bisa menyentuh emosi khalayak, seperti yang bisa membuat menangis, terharu, tertawa, dan sebagainya, perlu dilaporkan kepada khalayak. Dengan begitu, khalayak akan bisa meningkatkan taraf kemanusiaannya.
11. Berpengaruh. Informasi mengenai peristiwa yang berpengaruh terhadap kehidupan orang banyak perlu dilaporkan kepada khalayak. Misalnya informasi tentang operasi pasar Bulog, informasi tentang banjir, dan sebagainya.
12. Keluarbiasaan, berita adalah sesuatu yang luar biasa. Semakin besar suatu peristiwa semakin besar pula nilai berita yang ditimbulkan. Misalnya tragedi 11 September, gedung WTC di New York ditabrak oleh pesawat domestik.
13. Informatif, informasi yang diberikan harus bermanfat bagi khalayak.

Dari sekian banyak news value di atas mana yang paling menarik? Jawabannya adalah bergantung pada selera dan segmen pembaca masing-masing media. Ada kalanya media yang cenderung lebih suka memuat berita-berita yang sifatnya informatif, ada pula yang lebih tertarik pada konflik, dan begitu pun seterusnya.



Unsur-unsur Berita
Khususnya bagian tubuh berita dan teras (bila ada) diharapkan hanya mengandung unsur-unsur yang berupa fakta, unsur-unsur faktual, dengan meminimalkan unsur-unsur non-faktual yang berupa opini. Apa yang disebut sebagai “fakta” di dalam kerja jurnalistik terurai menjadi enam unsur yang biasa diringkas dalam sebuah rumusan klasik 5W + 1H, yaitu:

(1) What – apa yang terjadi di dalam suatu peristiwa?
(2) Who – siapa yang terlibat di dalamnya?
(3) Where – di mana terjadinya peristiwa itu?
(4) When – kapan terjadinya?
(5) Why – mengapa peristiwa itu terjadi?
(6) How – bagaimana terjadinya?


duan � > P a p�# �S# Para Aktivis Muslim, Ahmad Y. Samanto
  • Kiat Menulis Artikel di Media, M. Arief Hakim

  • Otonomi Bahasa, Wahyu Wibowo

  • Pembudayaan penulisan Karya Ilmiah, editor Harun Joko Prayitno, M. Thoyibi, Adyana Sunanda

  • Beberapa situs internet



  • Artikel yang banyak dimuat di media massa, dari satu sisi merupakan karya tulis ilmiah populer. Sekalipun bersifat opini (gagasan murni), biasanya penulis artikel berangkat dari sejumlah referensi, entah itu kepustakaan atau hasil wawancara.
    M. Arief Hakim membagi artikel dari segi proses penggarapannya kepada dua model: pertama, artikel yang digarap dengan cara refleksi murni dari penulisnya, tanpa bantuan referensi, pustaka, dan rujukan ilmiah lain. Kedua, artikel yang dibikin dengan bantuan referensi, pustaka, dan rujukan ilmiah tertentu. Model kedua inilah yang lazim. Arief Hakim mengatakan: 'Artikel kebanyakan punya karakter `ilmiah` yang kental'.

    -------------------

    Opini
    Di dalam sebuah media massa cetak, khususnya suratkabar dan majalah berita, biasa kita temukan juga halaman khusus yang diperuntukkan bagi karangan-karangan yang berupa opini. Karangan-karangan ini di dalam tradisi jurnalistik biasa dibedakan menjadi tajuk rencana (editorial), artikel opini atau kolom (column), dan surat pembaca. Tajuk rencana berisi opini pihak pengelola suratkabar yang diwakili oleh seorang redaktur, biasanya yang sudah senior, mengenai suatu peristiwa aktual.
    Sementara artikel opini atau kolom berisi opini seseorang (bisa orang “dalam”, bisa juga orang “luar”, entah intelektual, praktisi, pakar, mahasiswa, atau apapun) atas persoalan-persoalan yang dianggap aktual.
    Terakhir, surat pembaca, sesuai dengan namanya, adalah surat yang dikirimkan oleh pembaca yang berisi komentar, pendapat, atau apapun, mengenai suatu masalah.
    Di luar ketiganya, di dalam jurnalistik Indonesia dikenal juga satu jenis karangan opini yang sangat khas, ditulis dalam beberapa kalimat ringkas, pendek, dan “nakal”, sering sebut sebagai pojok, yang ditulis oleh pihak redaktur untuk menyentil beberapa peristiwa aktual.

    -------------------
    Apakah yang disebut sebagai Artikel?
    Masyarakat luas, mengangap semua tulisan di media cetak (koran, majalah, tabloid, bulletin, jurnal dan news letter) sebagai artikel. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), artikel disebut sebagai: karya tulis lengkap, misalnya laporan berita atau esai di majalah, surat kabar dsb. Dalam ilmu jusnalistik, artikel adalah salah satu bentuk tulisan non fiksi berisi fakta dan data yang disertai sedikit analisis dan opini dari penulisnya.
    Apakah yang disebut esai?
    Menurut KBBI, esai adalah karangan prosa yang membahas suatu masalah secara sepintas lalu dari sudut pandang pribadi penulisnya. Menurut kamus Webster’s (essay) adalah: a short literary composition of an analytical, interpretive, or reflective kind, dealing with its subject in a nontechnical, limited, often unsystematic way and, usually, expressive of the author’s outlook and personality. Menurut ilmu jurnalistik, esai adalah tulisan berupa pendapat seseorang tentang suatu permasalahan ditinjau secara subyektif dari berbagai aspek/bidang kehidupan.
    Apakah yang disebut sebagai artikel dalam dunia jurnalistik?
    Dalam dunia jurnalistik, artikel adalah salah satu bentuk tulisan non fiksi (berdasarkan data dan fakta) dan diberi sedikit analisis serta pendapat oleh penulisnya. Biasanya, artikel hanya menyangkut satu pokok permasalahan, dengan sudut pandang hanya dari satu disiplin ilmu. Teknik yang digunakan umumnya deduktif - induktif atau sebaliknya.
    Apakah beda artikel dengan esai?
    Dalam dunia jurnalistik, esai merupakan bentuk tulisan yang paling sulit. Meskipun dalam KBBI esai hanya disebut sebagai: karangan prosa yang membahas suatu masalah secara sepintas lalu dari sudut pandang pribadi penulisnya. KBBI memang mewakili pendapat umum masyarakat yang menganggap esai sama dengan artikel, opini dan kolom. Padahal esai merupakan artikel yang dalam menganalisis, si penulis mengambil angle dari beberapa disiplin ilmu, dengan subyektifitas yang khas dari penulisnya. Hingga penulis esai yang baik, dituntut untuk memiliki minat serta pengetahuan yang luas, dengan kepribadian yang khas.
    Apakah yang disebut esai dalam dunia jurnalistik?
    Kata kunci pada bentuk tulisan esai adalah adanya faktor analisis, interpretasi, dan refleksi. Karakter esai, umumnya non teknis, non sistematis, dengan karekter dari penulis (unsur subyektifitas) yang menonjol.
    Apakah beda esai dengan artikel dan opini?
    Beda esai dengan artikel dan opini adalah, esai lebih mengutamakan faktor analisis secara individual. Sementara artikel lebih mengutamakan analisis dengan bantuan teori atau disiplin ilmu tertentu. Pada bentuk tulisan opini, pendapat pribadi penulis (bukan analisis) lebih diutamakan.
    Benarkah semua penulis artikel dan sasterawan mampu menulis esai?
    Pertama-tama tidak semua wartawan dan sasterawan mampu menulis artikel dan feature. Kedua, tidak semua penulis artikel, feature dan sasterawan mampu menulis esai. Hanya sedikit wartawan dan sasterawan yang mampu menjadi penulis esai. Sebab bentuk tulisan ini termasuk yang paling sulit dikuasai. Namun penulis esai, hampir selalu bisa menulis artikel dan feature dengan cukup baik.
    Mengapa esai merupakan bentuk tulisan yang paling sulit untuk dikuasai penulis?
    Tingkat kesulitan esai, terutama disebabkan oleh karakternya yang non teknis dan non sistematis. Hingga kekuatan esai hanyalah tertumpu pada daya analisis, refleksi dan karakter pribadi si penulis. Karenanya, teknik menulis esai dari seseorang, akan sulit untuk dipelajari dan ditiru oleh penulis lain. Sementara teknik menulis artikel dan feature dari seorang penulis kenamaan, bisa dipelajari dan ditiru oleh penulis pemula.
    Bagaimanakah persyaratan agar seseorang bisa menjadi penulis esai yang baik?
    Seorang peulis esai, dituntut memiliki tingkat kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual di atas rata-rata. Seseorang yang cerdas secara intelektual, lebih cocok untuk menjadi penulis artikel. Mereka yang memiliki tingkat kecerdasan intelektual dan emosional tinggi lebih pas menjadi penulis feature dan opini. Kalau kecerdasan intelektual dan emosional itu ditambah dengan kecerdasan spiritual dan pengetahuan serta wawasan luas, maka dia bisa menjadi penulis esai yang baik.

    Bagaimanakah tepatnya struktur sebuah esai?
    Sebagai sebuah tulisan, esai juga menuntut adanya jusdul, etalase, lead, body dan ending. Namun struktur secara keseluruhan tidak seketat dan sebaku pada artikel dan feature. Justru karena tidak adanya kebakuan tersebut, maka sebuah esai dari penulis kenamaan, sulit untuk dipelajari dan dicontoh oleh penulis pemula. Karakter esai yang non teknis dan non sistematis menjadi kendala untuk membakukan struktur penulisannya.

    Mengenal Artikel



    Pendahuluan
    Berdasarkan ilmu kebahasaan, secara garis besar ada dua jenis tulisan, yaitu fiksi dan non-fiksi. Tulisan fiksi adalah tulisan yang bersifat khayalan, atau bukan kenyataan faktual. Yang termasuk dalam kelompok tulisan fiksi ini pada umumnya adalah karya sastra, seperti cerpen, novel, roman, drama, prosa dan puisi.
    Tulisan yang bersifat non-fiksi adalah tulisan yang bukan khayalan atau bersifat faktual (sesuai dengan kenyataan/realitas). Di dalam kelompok tulisan non-fiksi ini antara lain tercakup: karya tulis ilmiah, karya tulis jurnalistik, biografi dan otobiografi, proposal (usulan/rencana) program, laporan program kerja, dan laporan perjalanan.
    Mengenal Artikel     
    Artikel merupakan salah satu tulisan yang termasuk ke dalam kategori tulisan non-fiksi.
    Menurut Kamus Bahasa Indonesia Depdikbud (1999) Artikel didefinisikan sebagai “karya tulis lengkap di majalah, surat kabar, dan sebagainya”. Dengan defenisi seperti ini maka artikel sebetulnya adalah karya tulis yang bersifat umum dan luas, bisa berupa opini bahkan bisa juga berupa berita. Cuma lazimnya, artikel biasanya diidentifikasi sebagai tulisan yang bersifat opini. Dalam tataran umum, artikel lebih sering didefenisikan sebagai “pemikiran, pendapat, ide, dan opini seseorang tentang berbagai tema dan peristiwa”.
    Tema dan peristiwa yang digarap oleh penulis artikel biasanya lebih sering merupakan tema dan peristiwa yang aktual, yang hangat dan sedang diperbincangkan oleh khalayak. Di dalam surat kabar, artikel biasanya digolongkan kedalam rubrik ‘opini’ bersama ‘tajuk rencana’ dan ‘surat pembaca’.
    Jenis-jenis Artikel
    Sesuai dengan tujuan dan bentuk tulisannya, ada beberapa jenis artikel:
    1. Artikel deskriptif. Yaitu artikel yang bersifat menggambarkan suatu persoalan atau tema apa adanya secara umum maupun secara detail. Tujuannya adalah agar pembaca mengetahui secara utuh tentang kedudukan suatu masalah atau tema yang dikemukakan panulisnya.
    2. Artikel eksplanatif/ekspositori. Yaitu artikel yang bersifat menjelaskan atau menerangkan suatu masalah atau tema tertentu. Bentuk tulisannya biasanya narasi dan esposisi. Tujuannya adalah agar pembaca dapat memahami atau mengerti duduk persoalan suatu masalah atau topik tertentu yang disajikan dalam artikel tersebut.
    3. Artikel prediktif. Yaitu artikel yang bersifat memprediksi atau meramalkan dan menduga arah perkembangan suatu masalah yang mungkinakan terjadi di masa datang sebagai kelanjutan dari suatu masalah, peristiwa, atau fenomena tertentu.
    4. Artikel preskriptif (argumentatif-persuasif) Yaitu artikel yang bersifat argumentatif dan atau persuasif. Bertujuan untuk mengemukakan pendapat atas suatu masalah, peristiwa, atau gagasan pemikiran tertentu dengan meyakinkan melalui pendapat yang beralasan (argumentasi) dan mengajak-mempengaruhi, menghimbau untuk mengikuti sikap, cara pandang dan keyakinan tertentu (persuasif).
    Modal Dasar Menulis Artikel:
    Menurut Asep Syamsul M. Romli S.IP. dalam bukunya jurnalistik praktis (rosda, 1999) seseorang yang ingin penulis artikel atau esai dan kolom, paling tidak harus memiliki beberapa modal dasar. Ringkasannya:
    Ø      Rajin dan giat membaca untuk mengumpulkan informasi, pengetahuan, dan referensi tentang berbagai masalah, sekaligus mempelajari tentang bagaimana cara dan gaya menulis dari banyak penulis
    Ø      Ada kemauan kuat dan ambisi untuk menulis
    Ø      Memiliki motivasi menulis
    Ø      Punya kemampuan untuk menulis, yang terdiri dari:
    §         Kemampuan mengamati berbagai fenomena dan dinamika yang terjadi si masyarakat
    §         Kemampuan berbahasa tulis, dengan penguasaan kaedah-kaedah tata bahasa baku, EYD, penguasaan bentuk-bentuk wacana, dll.
    §       Kemampuan berbahasa jurnalistik. Bahasa jurnalistik agak berbeda dengan bahasa baku. Dalam jurnalistik lebih menekankan efektivitas komunikasi massa tertulis dari pada kaidah-kaidah tata bahasa baku atau standar istilah ilmiah dalam karya tulis.
    Langkah-langkah Membuat Artikel:
    o       Langkah pertama, tentukan topik yang akan digarap. Usaha mencari topik dan ide tulisan bisa dilakukan dengan membaca, mendengarkan, melihat, mengalami, berdialog, dan berjalan-jalan. Bisa juga dengan cara berpikir, merenung, dan berkontemplasi sendiri.
    o       Langkah kedua, perluas dan perdalamlah  perspektif anda tentang topik yang akan anda tulis tersebut dengan cara membaca, berefleksi (berpikir, merenung), bertanya, berdialog, mendengarkan berita, dll.
    o       Langkah ketiga, buatlah semacam sketsa dan poin-poin bahasan apa yang akan anda uraikan dalam tulisan, berkaitan dengan topik yang telah nada pilih.
    o       Langkah keempat, Dengan melihat sketsa dan poin-poin bahasan yang telah anada tentukan, maka mulailah menulis secara cermat, tekun dan teliti.
    o       Langkah kelima, Buatlah judul tulisan yang singkat, padat, menarik, dan memikat.
    Artikel, Esai, dan Kolom
    Kolom adalah tulisan tentang suatu masalah atau peristiwa, berisi pendapat subjektif penulisnya dengan argumentasi rasional penulis sendiri. Biasanya kolomnis (penulis kolom) itu pakar, cendekiawan, atau penulis ternama. Ia secara rutin mengisi kolom khusus di sebuah media.
    Esai sama dengan kolom. Sejatinya ia bukan merupakan istilah jurnalistik, melainkan istilah dunia sastra, yakni tulisan yang berisi tinjauan (semacam komentar kritis) tentang karya-karya sastra dan budaya. Ditulis oleh sastrawan kawakan atau senior.
    Secara kasar, Esai dan kolom bisa saja dikatakan sebagai bagian dari artikel. Banyak ahli jurnalistik menyamakan atau minimal menyatakan agak sulit membedakan antar ketiganya. Dalam beberapa kasus tulisan ada artikel yang mirip esai, dan juga ada esai yang mirip artikel. Dalam kasus lain, ada kolom yang disebut esai, atau esai yang disebut kolom. M. Arief Hakim hanya membedakan kolom dari artikel dan esai dari segi panjang tulisan saja. Panjang sebuah kolom mungkin hanya separoh artikel atau esai yang dimuat di surat kabar dan majalah.
    Tapi, Asep Syamsul M. romli, salah satu pakar junalistik muslim membedakan antara artikel dengan esai dan kolom. Menurutnya, esei/kolom itu hanya berisi pendapat, tanpa dukungan data atau tabel misalnya. Karena penulisnya sudah tidak diragukan lagi kredibilitasnya, jadi cukup pendapat saja sudah dapat meyakinkan publik. Sedangkan artikel itu berisi pendapat plus data, fakta, bahkan tabel dan kutipan pendapat orang lain. Wallahu a`lam
    Selamat menulis artikel!
     Bahan-bahan Bacaan:
    1. Jurnalistik Islami Panduan Praktis Bagi Para Aktivis Muslim, Ahmad Y. Samanto
    2. Kiat Menulis Artikel di Media, M. Arief Hakim
    3. Otonomi Bahasa, Wahyu Wibowo
    4. Pembudayaan penulisan Karya Ilmiah, editor Harun Joko Prayitno, M. Thoyibi, Adyana Sunanda
    5. Beberapa situs internet


    Artikel yang banyak dimuat di media massa, dari satu sisi merupakan karya tulis ilmiah populer. Sekalipun bersifat opini (gagasan murni), biasanya penulis artikel berangkat dari sejumlah referensi, entah itu kepustakaan atau hasil wawancara.
    M. Arief Hakim membagi artikel dari segi proses penggarapannya kepada dua model: pertama, artikel yang digarap dengan cara refleksi murni dari penulisnya, tanpa bantuan referensi, pustaka, dan rujukan ilmiah lain. Kedua, artikel yang dibikin dengan bantuan referensi, pustaka, dan rujukan ilmiah tertentu. Model kedua inilah yang lazim. Arief Hakim mengatakan: 'Artikel kebanyakan punya karakter `ilmiah` yang kental'.

    -------------------

    Opini
    Di dalam sebuah media massa cetak, khususnya suratkabar dan majalah berita, biasa kita temukan juga halaman khusus yang diperuntukkan bagi karangan-karangan yang berupa opini. Karangan-karangan ini di dalam tradisi jurnalistik biasa dibedakan menjadi tajuk rencana (editorial), artikel opini atau kolom (column), dan surat pembaca. Tajuk rencana berisi opini pihak pengelola suratkabar yang diwakili oleh seorang redaktur, biasanya yang sudah senior, mengenai suatu peristiwa aktual.
    Sementara artikel opini atau kolom berisi opini seseorang (bisa orang “dalam”, bisa juga orang “luar”, entah intelektual, praktisi, pakar, mahasiswa, atau apapun) atas persoalan-persoalan yang dianggap aktual.
    Terakhir, surat pembaca, sesuai dengan namanya, adalah surat yang dikirimkan oleh pembaca yang berisi komentar, pendapat, atau apapun, mengenai suatu masalah.
    Di luar ketiganya, di dalam jurnalistik Indonesia dikenal juga satu jenis karangan opini yang sangat khas, ditulis dalam beberapa kalimat ringkas, pendek, dan “nakal”, sering sebut sebagai pojok, yang ditulis oleh pihak redaktur untuk menyentil beberapa peristiwa aktual.

    -------------------
    Apakah yang disebut sebagai Artikel?
    Masyarakat luas, mengangap semua tulisan di media cetak (koran, majalah, tabloid, bulletin, jurnal dan news letter) sebagai artikel. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), artikel disebut sebagai: karya tulis lengkap, misalnya laporan berita atau esai di majalah, surat kabar dsb. Dalam ilmu jusnalistik, artikel adalah salah satu bentuk tulisan non fiksi berisi fakta dan data yang disertai sedikit analisis dan opini dari penulisnya.
    Apakah yang disebut esai?
    Menurut KBBI, esai adalah karangan prosa yang membahas suatu masalah secara sepintas lalu dari sudut pandang pribadi penulisnya. Menurut kamus Webster’s (essay) adalah: a short literary composition of an analytical, interpretive, or reflective kind, dealing with its subject in a nontechnical, limited, often unsystematic way and, usually, expressive of the author’s outlook and personality. Menurut ilmu jurnalistik, esai adalah tulisan berupa pendapat seseorang tentang suatu permasalahan ditinjau secara subyektif dari berbagai aspek/bidang kehidupan.
    Apakah yang disebut sebagai artikel dalam dunia jurnalistik?
    Dalam dunia jurnalistik, artikel adalah salah satu bentuk tulisan non fiksi (berdasarkan data dan fakta) dan diberi sedikit analisis serta pendapat oleh penulisnya. Biasanya, artikel hanya menyangkut satu pokok permasalahan, dengan sudut pandang hanya dari satu disiplin ilmu. Teknik yang digunakan umumnya deduktif - induktif atau sebaliknya.
    Apakah beda artikel dengan esai?
    Dalam dunia jurnalistik, esai merupakan bentuk tulisan yang paling sulit. Meskipun dalam KBBI esai hanya disebut sebagai: karangan prosa yang membahas suatu masalah secara sepintas lalu dari sudut pandang pribadi penulisnya. KBBI memang mewakili pendapat umum masyarakat yang menganggap esai sama dengan artikel, opini dan kolom. Padahal esai merupakan artikel yang dalam menganalisis, si penulis mengambil angle dari beberapa disiplin ilmu, dengan subyektifitas yang khas dari penulisnya. Hingga penulis esai yang baik, dituntut untuk memiliki minat serta pengetahuan yang luas, dengan kepribadian yang khas.
    Apakah yang disebut esai dalam dunia jurnalistik?
    Kata kunci pada bentuk tulisan esai adalah adanya faktor analisis, interpretasi, dan refleksi. Karakter esai, umumnya non teknis, non sistematis, dengan karekter dari penulis (unsur subyektifitas) yang menonjol.
    Apakah beda esai dengan artikel dan opini?
    Beda esai dengan artikel dan opini adalah, esai lebih mengutamakan faktor analisis secara individual. Sementara artikel lebih mengutamakan analisis dengan bantuan teori atau disiplin ilmu tertentu. Pada bentuk tulisan opini, pendapat pribadi penulis (bukan analisis) lebih diutamakan.
    Benarkah semua penulis artikel dan sasterawan mampu menulis esai?
    Pertama-tama tidak semua wartawan dan sasterawan mampu menulis artikel dan feature. Kedua, tidak semua penulis artikel, feature dan sasterawan mampu menulis esai. Hanya sedikit wartawan dan sasterawan yang mampu menjadi penulis esai. Sebab bentuk tulisan ini termasuk yang paling sulit dikuasai. Namun penulis esai, hampir selalu bisa menulis artikel dan feature dengan cukup baik.
    Mengapa esai merupakan bentuk tulisan yang paling sulit untuk dikuasai penulis?
    Tingkat kesulitan esai, terutama disebabkan oleh karakternya yang non teknis dan non sistematis. Hingga kekuatan esai hanyalah tertumpu pada daya analisis, refleksi dan karakter pribadi si penulis. Karenanya, teknik menulis esai dari seseorang, akan sulit untuk dipelajari dan ditiru oleh penulis lain. Sementara teknik menulis artikel dan feature dari seorang penulis kenamaan, bisa dipelajari dan ditiru oleh penulis pemula.
    Bagaimanakah persyaratan agar seseorang bisa menjadi penulis esai yang baik?
    Seorang peulis esai, dituntut memiliki tingkat kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual di atas rata-rata. Seseorang yang cerdas secara intelektual, lebih cocok untuk menjadi penulis artikel. Mereka yang memiliki tingkat kecerdasan intelektual dan emosional tinggi lebih pas menjadi penulis feature dan opini. Kalau kecerdasan intelektual dan emosional itu ditambah dengan kecerdasan spiritual dan pengetahuan serta wawasan luas, maka dia bisa menjadi penulis esai yang baik.

    Bagaimanakah tepatnya struktur sebuah esai?
    Sebagai sebuah tulisan, esai juga menuntut adanya jusdul, etalase, lead, body dan ending. Namun struktur secara keseluruhan tidak seketat dan sebaku pada artikel dan feature. Justru karena tidak adanya kebakuan tersebut, maka sebuah esai dari penulis kenamaan, sulit untuk dipelajari dan dicontoh oleh penulis pemula. Karakter esai yang non teknis dan non sistematis menjadi kendala untuk membakukan struktur penulisannya.

    Penulisan Berita


    Penulisan Berita

    1.      Struktur Tulisan

    a.      Membuat Judul
    Judul berita memang bukan hal yang urgen dalam penulisan berita. Tapi bisa menjadi hal yang vital. Sebelum membaca isi berita pembaca cenderung membaca judulnya lebih awal. Ketika judul tidak menarik, pembaca akan enggan untuk membaca isi berita.
    Maka usahakan dalam membuat judul mudah dimengerti dengan sekali baca, juga menarik, sehingga mendorong pembaca mengetahui lebih lanjut isi berita/tulisan. Tapi judul yang menarik belum tentu benar dalam kaidah penulisan judul. Pada dasarnya judul seharusnya mencerminkan isi berita. Jadi disamping mencerminkan isi dan menarik, judul perlu kejelasan asosiatif setiap unsur subyek, obyek dan keterangan.
    Selain itu dalam menuliskan judul juga bisa menggunakan kalimat langsung, artinya mengutip langsung ungkapan dari nara sumber. Biasanya suatu pernyataan itu mengarah pada subyek yang melontarkan, untuk menjelaskan subyek (nama nara sumber, atau sebuah kegiatan) maka digunakan kickers (pra-judul). Atau jika tidak menggunakan kickers, penulisan judul di dalam dua tanda petik.

    b.      Lead
    Lead merupakan paragraf awal dalam tulisan berita yang berfungsi sebagai kail sebelum masuk pada uraian dalam tulisan berita.
    Ada beberapa macam lead yang biasa digunakan dalam menulis berita:
    1.      Lead Ringkasan : Biasanya dipakai dalam penulisan “berita keras”. Yang ditulis hanya inti beritanya saja. Sedangkan interesting reader diserahkan kepada pembaca. Lead ini digunakan karena adanya persoalan yang kuat dan menarik.
    2.      Lead Bercerita : Ini digemari oleh penulis cerita fiksi karena dapat menarik dan membenamkan pembaca dalam alur yang mengasyikkan. Tekniknya adalah membiarkan pembaca menjadi tokoh utama dalam cerita.
    3.      Lead Pertanyaan : Lead ini efektif apabila berhasil menantang pengetahuan pembaca mengenai permasalahan yang diangkat.
    4.      Lead Menuding Langsung : Biasanya melibatkan langsung pembaca secara pribadi, rasa ingin tahu mereka sebagai manusia diusik oleh penudingan lead oleh penulis.
    5.      Lead Penggoda : Mengelabui pembaca dengan cara bergurau. Tujuan utamanya menggaet perhatian pembaca dan menuntunnya supaya membaca habis cerita yang ditawarkan.
    6.      Lead Nyentrik : Lead yang menggunakan puisi, pantun, lagu atau yang lain. Tujuannya menarik pembaca agar menuntaskan cerita yang kita tawarkan. Gaya lead ini sangat khas dan ekstrim dalam bertingkah.
    7.      Lead Deskriptif : Menciptakan gambaran dalam pikiran pembaca tentang seorang tokoh atau suatu kejadian. Lead ini banyak digemari wartawan ketika menulis feature profil pribadi.
    8.      Lead Kutipan : Lead yang mengutip perkataan, statement, teori dari orang terkenal.
    9.      Lead Gabungan : Lead yang menggabungkan dua atau lebih macam lead yang sudah ada. Semisal lead kutipan digabung dengan lead deskriptif.


    c.       Ending
    Untuk penutup atau ending story, ada beberapa jenis :
    1.      Penyengat : Penutup yang biasanya diakhiri kata-kata yang mengagetkan pembaca dan membuatnya seolah-olah terlonjak.
    2.      Klimaks : Penutup ini ditemukan pada cerita yang ditulis secara kronologis.
    3.      Tidak Ada Penyelesaian : Penulis mengakhiri cerita dengan memberikan sebuah pertanyaan pokok yang tak terjawab. Jawaban diserahkan kepada pembaca untuk membuat solusi atau tanggapan tentang permasalahan yang ada.

    2.   Bikin Kerangka dan Alur Tulisan
    Umumnya, penulis pemula selalu percaya diri dengan kekuatan data. Penulis seperti biasanya cukup gegabah, ambil kertas, mesin ketik, dan langsung menulis apapun yang ada di isi kepala (berdasarkan data yang diperoleh). Tidak lama kemudian, setelah beberapa paragraf, ia tersesat. Tidak tahu apalagi yang harus ditulisnya.
    Ini kesalahan besar. Sebab bagaimanapun menulis membutuhkan seninya sendiri. Cerita sebuah laporan berita, tidak dengan mudah bisa dituturkan secara detail dan runtut, manakala struktur cerita belum dirumuskan secara runtut dan beraturan. Maka, bikinlah kerangka. Ia adalah rumusan struktur cerita yang hendak disuguhkan kepada pembaca. Caranya :
    1.      Memilih cerita awal.  Kerangka yang akan memberitahukan kita cerita mana yang wajar menempati awal tulisan, dan secara logis juga menentukan bagian cerita mana yang menjadi runtutannya. Kerangka dengan demikian merupakan pengorganisasian langkah-langkah wartawan menjelang proses penulisan. Syaratnya : data kuat, peta masalah dikuasai oleh penulisnya, dan penulis harus selalu disiplin untuk tidak melebarkan pembahasan yang keluar dari angle.
    2.      Urut dalam berfikir dan bertutur. Apa maksudnya? Kerangka dibangun sedemikian berurutan sehingga tulisan tidak terkesan meloncat-loncat dari masalah satu ke masalah lainnya. Dalam jurnalistik, minimal kita bisa berpegangan pada dua kategori berurutan: kronologis dan logis.
    ü  Alur kronologis umumnya dipakai untuk melukiskan alur cerita berdasarkan rentetan cerita itu sendiri. Namun tidak semua kasus bisa menggunakan urutan ini, terutama kasus yang memiliki suspens atau ketegangan.
    ü  Alur Logis. Alur ini digunakan bila ternyata kita menjumpai kasus yang mengandung suspens, sebaiknya kita pilih urutan logis. Dalam urutan ini, penulis tidak hanya mengikuti bahan ceritanya, melainkan lebih aktif. Ia membentangkan suatu masalah. Penulis berita bisa memilih tiga alternatif dalam urutan logis ini: sebab-akibat, induktif, dan deduktif. Urutan sebab akibat berusaha melihat sebuah kasus secara detail, kemudian mencoba membicarakan akibat-akibatnya, akan yang sedang maupun yang akan terjadi. Urutan induktif umumnya berusaha membeberkan indikasi-indikasi, sampel-sampel, kejadian khusus, yang selanjutnya dibingkai dalam sebuah pandangan umum. Yang terakhir urutan deduktif, ia merupakan kebalikan dari urutan induktif.




    3.      Bahasa Jurnalistik*
    Bahasa jurnalistik sewajarnya didasarkan atas kesadaran terbatasnya ruangan dan waktu. Salah satu sifat dasar jurnalisme menghendaki kemampuan komunikasi cepat dalam ruang dan waktu yang relatif terbatas. Dengan demikian dibutuhkan suatu bahasa jurnalistik yang lebih efisien. Dengan efisien dimaksudkan lebih hemat dan lebih jelas.
    Asas hemat dan jelas ini penting buat seorang jurnalis dalam usaha ke arah efisiensi dan kejelasan dalam tulisan.
    Penghematan diarahkan ke penghematan ruangan dan waktu. Ini bisa dilakukan di dua lapisan: (1) unsur kata, dan (2) unsur kalimat.

    q  Penghematan Unsur Kata

    1. Beberapa kata Indonesia sebenarnya bisa dihemat tanpa mengorbankan tatabahasa dan jelasnya arti. Misalnya:
    agar supaya     menjadi           agar, supaya
    akan tetapi       menjadi           tapi
    apabila             menjadi           bila
    sehingga          menjadi           hingga
    meskipun         menjadi           meski
    walaupun         menjadi           walau
    tidak                menjadi           tak 

    2. Kata daripada atau dari pada juga sering bisa disingkat jadi dari.
    Misalnya:
    “Keadaan lebih baik dari pada zaman sebelum perang”, menjadi “Keadaan lebih baik dari sebelum perang”. Tapi mungkin masih janggal mengatakan: “Dari hidup berputih mata, lebih baik mati berputih tulang”.

    3. Beberapa kata mempunyai sinonim yang lebih pendek. Misalnya:
    kemudian = lalu
    Makin = kian
    terkejut = kaget
    sangat = amat
    demikian = begitu
    sekarang = kini
    Catatan: Dua kata yang bersamaan arti belum tentu bersamaan efek, sebab bahasa bukan hanya soal perasaan. Jadi dalam soal memilih sinonim pendek perlu mempertimbangkan rasa bahasa.

    q  Penghematan Unsur Kalimat
    Lebih efektif dari penghematan kata ialah penghematan melalui struktur kalimat. Banyak contoh pembikinan kalimat dengan pemborosan kata.

    1. Pemakaian kata yang sebenarnya tak perlu, di awal kalimat;
    Misalnya:
    • Adalah merupakan kenyataan, bahwa percaturan politik internasional berubah-ubah setiap zaman”. (Bisa disingkat: “Merupakan kenyataan, bahwa ...”)
    • Apa yang dikatakan Wijoyo Nitisastro sudah jelas”. (Bisa disingkat: “Yang dikatakan Wijoyo Nitisastro”).

    2. Pemakaian apakah atau apa (mungkin pengaruh bahasa daerah) yang sebenarnya bisa ditiadakan:
    Misalnya:
    • “Apakah Indonesia akan terus tergantung pada bantuan luar negeri”? (Bisa disingkat: “Akan terus tergantungkah Indonesia“).
    • “Baik kita lihat, apa(kah) dia di rumah atau tidak”.
    (Bisa disingkat: "Baik kita lihat, dia di rumah atau tidak").

    3. Pemakaian dari sepadan dengan of (Inggris) dalam hubungan milik yang sebenarnya bisa ditiadakan; juga daripada
    Misalnya:
    • “Dalam hal ini pengertian dari Pemerintah diperlukan”. (Bisa disingkat: “Dalam hal ini pengertian Pemerintah diperlukan”.
    • “Sintaksis adalah bagian daripada tatabahasa”. (Bisa disingkat: “Sintaksis adalah bagian tatabahasa”).

    4. Pemakaian untuk sepadan dengan to (lnggris) yang sebenamya bisa ditiadakan: Misalnya:
    • “Uni Soviet cenderung untuk mengakui hak-hak India”. (Bisa disingkat: “Uni Soviet cenderung mengakui...).
    • “Pendirian semacarn itu mudah untuk dipahami”. (Bisa disingkat: “Pendirian semacam itu mudah dipaharni”).
    • “GINSI dan Pemerintah bersetuju untuk memperbaruhi prosedur barang-barang modal” (Bisa disingkat: “GINSI dan Pemerintah bersetuju memperbarui”).
    Catatan:
    Dalam kalimat: “Mereka setuju untuk tidak setuju”, kata untuk demi kejelasan dipertahankan.

    5. Pemakaian adalah sepadan dengan is atau are (Inggris) tak selamanya perlu:
    Misalnya:
    • “Kera adalah binatang pemamah biak” (Bisa disingkat “Kera binatang pemamah biak”).
    Catatan: Dalam struktur kalimat lama, adalah ditiadakan, tapi kata itu ditambahkan, misalnya dalam kalimat: “Pikir itu pelita hati”. Kita bisa memakainya, meski lebih baik dihindari. Misalnya kalau kita harus menerjemahkan “Man is a better driver than woman”, bisa mengacaukan bila disalin: “Pria itu pengemudi yang lebih baik dari wanita”.

    6. Pembubuhan akan, telah, sedang sebagai penunjuk waktu sebenarnya bisa dihapuskan, kalau ada keterangan waktu. Misalnya:
    • “Presiden besok akan meninjau pabrik ban Goodyear”. (Bisa disingkat: “Presiden besok meninjau pabrik”).
    • Tadi telah dikatakan.....” (Bisa disingkat: “Tadi dikatakan”)
    • Kini Clay sedang sibuk mempersiapkan diri”. (Bisa disingkat: “Kini Clay mempersiapkan diri”).

    7. Pembubuhan bahwa sering bisa ditiadakan:
    Misalnya:
    • “Gubemur Ali Sadikin membantah desas-desus yang mengatakan bahwa ia akan diganti”.
    • “Tidak diragukan lagi bahwa ia lah orangnya yang tepat”. (Bisa disingkat: “Tak diragukan lagi, ia lah orangnya yang tepat”).
    Catatan: Sebagai ganti bahwa ditaruhkan koma, atau pembuka (:), bila perlu.

    8. Yang, sebagai penghubung kata benda dengan kata sifat, kadang juga bisa ditiadakan dalam konteks kalimat tertentu.
    Misalnya:
    • “Indonesia harus menjadi tetangga yang baik dari Australia”. (Bisa disingkat: “Indonesia harus menjadi tetangga baik Australia”).
    • “Kami adalah pewaris yang sah dari kebudayaan dunia”.

    9. Pembentukan kata benda (ke + .... + an atau pe + .... + an) yang berasal dari kata kerja atau kata sifat, kadang, meski tak selamanya, menambah beban kalimat dengan kata yang sebenarya tak perlu.
    Misalnya:
    •  “PN Sandang menderita kerugian Rp 3 juta”. (Bisa dirumuskan: “PN Sandang rugi Rp 3 juta”).
    • “Ia telah tiga kali melakukan penipuan terhadap saya” (Bisa disingkat: "Ia telah tiga kali menipu saya”).

     

    Kejelasan

    Setelah dikemukakan 16 pasal yang merupakan pedoman dasar penghematan dalam menulis, di bawah ini pedoman dasar kejelasan dalam menulis. Menulis secara jelas membutuhkan dua prasyarat:
    1.      Si penulis harus memahami betul soal yang mau ditulisnya, bukan pura-pura paham atau belum yakin benar akan pengetahuannya sendiri.
    2.      Si penulis harus punya kesadaran tentang pembaca.

    q  Kejelasan Unsur Kata
    1. Berhemat dengan kata-kata asing.
    Dewasa ini begitu derasnya arus istilah-istilah asing dalam pers kita. Misalnya: income per capita, Meet the Press, steam-bath, midnight show, project officer, two China policy, floating mass, program-oriented, floor-price, City Hall, upgrading, the best photo of the year, reshuffle, approach, single, seeded dan apa lagi. Kata-kata itu sebenarnya bisa diterjemahkan, tapi dibiarkan begitu saja. Sementara diketahui bahwa tingkat pelajaran bahasa Inggris sedang merosot, bisa diperhitungkan sebentar lagi pembaca koran Indonesia akan terasing dari informasi, mengingat timbulnya jarak bahasa yang kian melebar. Apalagi jika diingat rakyat kebanyakan memahami bahasa Inggris sepatah pun tidak.

    Sebelum terlambat, ikhtiar menterjemahkan kata-kata asing yang relatif mudah diterjemahkan harus segera dimulai. Tapi sementara itu diakui: perkembangan bahasa tak berdiri sendiri, melainkan ditopang perkembangan sektor kebudayaan lain. Maka sulitlah kita mencari terjemahan lunar module feasibility study, after-shave lotion, drive-in, pant-suit,
    technical know-how, backhand drive, smash, slow motion, enterpeneur, boom, longplay, crash program, buffet dinner, double-breast, dll., karena pengertian-pengertian itu tak berasal dari perbendaharaan kultural kita. Walau ikhtiar mencari salinan Indonesia yang tepat dan enak (misalnya bell-bottom dengan “cutbrai”) tetap perlu.

    2. Menghindari sejauh mungkin akronim.
    Setiap bahasa mempunyai akronim, tapi agaknya sejak 15 tahun terakhir, pers berbahasa Indonesia bertambah-tambah gemar mempergunakan akronim, hingga sampai hal-hal yang kurang perlu. Akronim mempunyai manfaat: menyingkat ucapan dan penulisan dengan cara yang mudah diingat. Dalam bahasa Indonesia, yang kata-katanya jarang bersukukata tunggal dan yang rata-rata dituliskan dengan banyak huruf, kecenderungan membentuk akronim memang lumrah. “Hankam”, “Bappenas”, “Daswati”, “Humas” memang lebih ringkas dari “Pertahanan & Keamanan”, “Badan Perencanaan Pembangunan Nasional”, “Daerah Swantara Tingkat” dan “Hubungan Masyarakat”.

    Tapi kiranya akan teramat membingungkan kalau kita seenaknya saja membikin akronim sendiri dan terlalu sering. Di samping itu, perlu diingat ada yang membuat akronim untuk alasan praktis dalam dinas (misalnya yang dilakukan kalangan ketentaraan), ada yang membuat akronim untuk bergurau, mengejek dan mencoba lucu (misalnya di kalangan remaja sehari-hari: “ortu” untuk “orangtua”; atau di pojok koran: “keruk nasi” untuk “kerukunan nasional”) tapi ada pula yang membuat akronim untuk menciptakan efek propaganda dalam permusuhan politik: (misalnya “Manikebu” untuk “Manifes Kebudayaan”, “Nekolim” untuk “neo-kolonialisme”, “Cinkom” untuk “Cina Komunis”, “ASU” untuk “Ali Surachman”).

    Bahasa jumalistik, dari sikap objektif, seharusnya menghindarkan akronim jenis terakhir itu. Juga akronim bahasa pojok sebaiknya dihindarkan dari bahasa pemberitaan, misalnya “Djagung” untuk “Djaksa Agung”, “Gepeng” untuk “Gerakan Penghematan”, “sas-sus” untuk “desas-desus”. Karena akronim bisa mengaburkan pengerian kata-kata yang diakronimkan.

    q  Kejelasan Unsur Kalimat
    Seperti halnya dalam asas penghematan, asas kejelasan juga lebih efektif jika dilakukan dalam struktur kalimat. Satu-satunya untuk itu ialah dihindarkannya kalimat-kalimat majemuk yang paling panjang anak kalimatnya; terlebih-lebih lagi, jika kalimat majemuk itu kemudian bercucu kalimat.



    * Disarikan dari artikel Goenawan Mohammad: “Bahasa Jurnalistik Indonesia”